MATARAM, Sebanyak tujuh orang siswi SMK di Penujak, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh oknum kepala sekolah dan guru agama di sekolah tersebut.
“Teridentifikasi ada tujuh orang yang sudah jelas menjadi korban,” kata Joko Jumadi, Ketua Divisi Pelayanan Penanganan Kasus Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB, Selasa (20/1/2015).
Menurut Joko, mayoritas siswi yang menjadi korban pelecehan seksual tersebut masih duduk di bangku kelas X SMK dan satu orang duduk di kelas XII. Mereka berinisial AT (15), RZ (15), DS (17), FF (15), DY (15), AD (15), dan FT (15).
Joko mengatakan, dengan modus melakukan pemeriksaan fisik kepada siswinya, MJ (38), kepala sekolah, dan AW (40), guru agama Islam, melakukan pelecehan.
“Alasannya adalah untuk melihat standar di maskapai,” kata Joko.
“Modusnya, keempat siswi dipanggil untuk menghadap ke ruang kepala sekolah seusai jam pelajaran. Di dalam ruangan itulah para siswi ini satu persatu diminta menghadap, kemudian kepala sekolah meminta mereka melepaskan pakaian yang dikenakannya dan meraba serta meremas payudara tujuh siswi tersebut,” jelasnya.
Tidak berhenti sampai di sana, kepala sekolah bersama guru agama melakukan perbuatan tersebut berulang-ulang. Bahkan, salah satu korban berinisial Rz sempat mengalami perlakuan itu hingga tiga kali dengan rentan waktu yang berbeda, yakni sejak November hingga Desember 2014.
Menurut Joko, dalam setiap melakukan aksinya, oknum kepala sekolah maupun guru agama tersebut kerap mengancam siswanya. Mereka melarang menceritakan kejadian ini kepada orang lain dan mengancam tidak akan meluluskan mereka dari sekolah jika bercerita.
Saat ini, empat orang korban pelecehan telah ditampung di Panti Sosial Paramita guna memulihkan kondisi psikis mereka. Sementara itu, dua orang lainnya masih menjalani pemeriksaan di Polres Lombok Tengah.
Menurut Joko, selain melakukan pendampingan hukum terhadap korban, LPA NTB juga akan menginvestigasi lebih lanjut kepada siswi kelas XI, XII, serta alumni SMK tersebut untuk mencari jika ada korban lainnya.
“Kita menduga, sepertinya kasus ini korbannya mungkin sudah ada yang lain. Kami sedang proses mendalami korban-korban yang lainnya, yang kelas dua maupun kelas tiga,” terang Joko.*