Kundur News – Jakarta – Akademisi dari sejumlah kampus di Yogyakarta menyerukan sikap bersama terkait dengan perseteruan KPK dengan Polri, di Balairung UGM, Minggu (25/1). Salah satu poin yang mereka serukan yaitu meminta Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) tidak mundur dari KPK.
Mereka beranggapan, jika BW mundur maka skenario penghancuran KPK akan berhasil. “BW tidak boleh mundur, jika mundur berarti KPK kalah. Bambang adalah target untuk menghentikan pemberantasan korupsi. Karena itu kami harus bergerak,” kata Wakil Rektor UII Abdul Jamil dalam pernyataan sikap bersama akademisi Yogyakarta.
Karena itu mereka mendesak Jokowi agar memerintahkan polisi untuk mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap kasus Bambang. “Presiden bisa menghentikan ini kalau mau, tinggal membutuhkan keberanian saja,” sambung pakar hukum UGM, Paripurna.
Menurutnya, Presiden harus segera mengambil keputusan yang tepat dengan kewenangannya karena negara tengah dalam kondisi krusial. “Ini harus cepat, Presiden bisa membentuk tim, seperti tim delapan pada masa SBY dalam kasus cicak versus buaya,” ujarnya.
Dia meminta Jokowi untuk tidak takut bertindak. Dia yakin jika Jokowi berani, maka rakyat, aktivis dan akademisi siap berada di belakangnya. “Seperti yang saya bilang, sekarang tinggal membutuhkan keberanian,” tandasnya.
Sementara pengamat politik UGM, Arie Sujito mengatakan perseteruan antara KPK dan Polri yang terjadi saat ini bukan cicak versus buaya seperti yang pernah terjadi pada KPK dan Polri dalam kasus Bibit dan Chandra. Menurutnya yang dihadapi cicak saat ini bukan hanya buaya tetapi isi kebun binatang.
“Bukan cicak versus buaya, tapi cicak versus kebun binatang,” katanya.
Dia mengatakan hal tersebut karena menurutnya buaya ada banyak partai politik yang berkepentingan dan bermain. “Kenapa kebun binatang, karena di belakangnya ada partai-partai,” ujarnya.
Arie mengingatkan Presiden Jokowi agar tetap mengutamakan kepentingan rakyat daripada partai pendukungnya. “Partai itu cuma administrasi untuk mencalonkan sebagai Presiden, tapi rakyat yang memilih. Jokowi jangan mau berhadapan dengan rakyat, dia harus berani berhadapan dengan oligarki partai. Bukan berhadapan dengan rakyat,” tandasnya.*
(merdeka com)