Zaim mencontohkan, gaji pegai yang seolah mengalami kenaikan tidak turut meningkatkan daya beli. Lain halnya dengan Dinar yang masih bisa untuk ditukarkan dengan kambing. “Pegang Rupiah kita makin miskin, pegang emas kita selamat dari kemiskinan. Itulah riba,” ujar Zaim menjelaskan.

Satu hal lagi, dalam pasar Muamalah terdapat kontrak yang saling menguntungkan yakni Qirad dan Syirkat. Tidak sedikit orang memiliki kemampuan berdagang namun tidak mempunyai modal, pun sebaliknya. Kontrak tersebut akan bisa menyatukan kedua orang tersebut dan mendapatkan keuntungan yang seimbang.

Dengan berjalannya pasar, kata dia, akan mampu memacu produksi dari masyarakat dan membentuk Syirkat. “Jadi dalam Islam nanti akan berkembang UKM-UKM, pasarnya ada, modalnya ada, pedagangnya ada, kontraknya ada, Syirkat dan Qirad itu,” ujar dia.

Pasar Muamalah ini masih dalam ukuran kecil yang digelar di depan pelatan toko. Zaim mengatakan, pasar tersebut masih merupakan prototype yang diharapkan akan terus berkembang. Meski ia sendiri belum berani mengadakan pasar Muamalah sepekan sekali karena jumlah pedagangnya belum terlalu banyak.

Ada sekitar 13 pedagang dari wilayah Jabodetabek yang menjajakan barang dagangannya di pasar tersebut. Berbagai barang kebutuhan tersedia seperti roti, obat-obatan herbal maupun non herbal, pakaian, jilbab hingga alas kaki.

Salah satu pedagang, Lukman Nurudin (28 tahun) yang menjajakan pakaian anak mengaku transaksi menggunakan dirham jauh lebih mudah dibanding Rupiah. Sebab, transaksi menggunakan koin perak dengan nilai yang pasti.

Ia menjelaskan, beberapa barang memiliki nilai kurang atau lebih sedikit dari satu atau 0,5 dirham. Selisih tersebut kebanyakan menjadi tambahan keuntungan bagi pedagang seperti dirinya. Dengan catatan, konsumen yang meminta untuk sisa uang tersebut tidak dikembalikan.

“Karena jual beli kan untungnya ridho sama ridho,” ujarnya yang baru kali ini ikut serta dalam pasar Muamalah tersebut. Dalam transkasi kurang dari dua jam di pasar Muamalah, ia telah mengantongi empat dirham dan beberapa Rupiah. Ia mengatakan, beberapa temannya sempat ingin turut serta berdagang di pasar tersebut, namun syarat menggunakan dirham membuat pedagang itu mengurungkan niatnya.

Menanggapi hal tersebut Zaim menambahkan, penggunaan dirham jika sebatas dipikirkan bagaimana penggunaannya tanpa melakukannya secara langsung memang masih dirasa sulit. Apalagi di tengah masyarakat yang terbiasa menggunakan Rupiah dalam transaksi kesehariannya.

“Kalau belum dijalankan ya nggak kebayang,” ungkap Zaim Saidi seraya menjelaskan, ”Saat ini, kita masih dalam masa transisi sehingga masayarakat yang ingin melakukan penukaran Dirham dapat dilakukan di Wakallah.”

(Republika)

1
2
Previous articleHari Ini Keluar Desain Uang Rupiah Baru
Next articlePemprov Bali Apresiasi Terhadap Disain Uang Logam Pecahan Rp.1000,- Baru