Kundur News.
Sebuah tulisan dari pegiat HAM, yang banyak dibagikan di media sosial, mengungkap tuduhan suap ratusan miliar yang dilakukan terpidana mati narkoba kepada Badan Narkotika Nasional dan pejabat Mabes Polri.
Dalam tulisan itu, Haris Azhar dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) memaparkan perbincangannya dengan terpidana mati narkoba Freddy Budiman yang terjadi pada 2014 lalu.
Freddy dalam tulisan itu dikutip mengatakan, “Dalam hitungan saya, selama beberapa tahun kerja menyeludupkan narkoba, saya sudah memberi uang 450 miliar ke BNN. Saya sudah kasih 90 milyar ke pejabat tertentu di Mabes Polri.”
Koordinator Kontras itu juga menulis kesaksian Kepala Lapas Nusakambangan saat itu Sitinjak yang menyebut bahwa dirinya “diminta pejabat BNN agar mencabut dua kamera yang mengawasi Freddy Budiman.”
Bisakah tuduhan ini ditelisik kebenarannya?
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Agus Riyanto mengatakan pihaknya sulit menelisik kebenaran tuduhan ini karena terpidana sudah dieksekusi dan tidak ada informasi apa pun terkait nama-nama penerima uang.
“Informasi seperti ini harusnya disampaikan kepada pihak yang berkompeten termasuk Polri supaya bisa segera kita tindaklanjuti dan telusuri. Jika sekarang baru muncul sementara mereka yang terkait sudah meninggal, ke mana kita mau cek dan telusuri?” katanya pada wartawan BBC Indonesia Christine Franciska.
“Kecuali ada namanya, terima berapa, kalau tidak ada namanya masa 400.000 polisi mau ditelusuri?” lanjut Agus.
Dia juga mempertanyakan motif Haris yang menerbitkan tulisan itu menjelang eksekusi, bukan pada 2014 ketika dia bertemu Freddy.
Sementara itu, BNN dalam pernyataan resminya meminta Haris Azhar “membuktikan yang diungkapkan Freddy Budiman dalam kesaksiannya” dan menyatakan akan “memberikan sanksi yang tegas dan keras” jika ada oknum BNN yang terbukti melancarkan bisnis narkoba Freddy Budiman.
Freddy Budiman adalah satu dari empat terpidana narkoba yang dieksekusi di Nusakambangan, Jumat (29/07) dini hari. Dia divonis bersalah lantaran menyelundupkan 1,4 juta pil ekstasi dari Cina pada 2011.
Wakil ketua koordinator Kontras, Puri Kencana Putri, mengatakan pemerintah harus segera merespons temuan Kontras ini. “Saya yakin temuan-temuan ini sudah banyak ditemukan di luaran sana, ini mungkin sudah jadi rahasia umum bahwa ada keterlibatan oknum, tetapi yang dikejar hanya aktor-aktor bawahnya.”
“Jaksa Agung mengatakan kita tetap istiqomah melawan narkoba. Ngaca dulu deh, yang dilakukan aparat keamanan itu, apa yang terjadi.”
Haris Azhar dalam tulisannya mengatakan dia bertemu Freddy Budiman pada 2014 lalu dengan undangan dari sebuah organisasi gereja yang aktif melakukan pendampingan rohani di Lapas Nusa Kambangan. “Melalui undangan ini, saya berkesempatan untuk bertemu dengan sejumlah narapidana.”
Sejumlah pengguna di media sosial menulis bahwa cerita semacam ini sudah jadi rahasia umum. “Ironis,” kata satu pengguna. Lainnya menulis, “preman berseragam itulah Indonesia.”
Sebagian meragukan kesaksian itu. “Kalau benar mana bukti-bukti otentiknya? Sebutkan nama oknum-oknum pelaku dan penerima dana tersebut. Kalau hanya sekedar tulisan siapapun bisa menulis dan klaim,” kata Jimz Fritzsonda dalam sebuah unggahan di Facebook.
BBC