Poros Maritim Dunia bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang besar, kuat, dan makmur melalui pengembalian identitas Indonesia sebagai bangsa maritim. Banyak sekali aspek yang ingin ditingkatkan dalam upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Paling mentereng adalah revitalisasi sektor-sektor ekonomi kelautan, penguatan dan pengembangan konektivitas maritim. Namun tulisan ini tidak membahas tentang itu secara detail. Sebab penulis lebih tertarik pada peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kelautan, karena manusialah yang menjadi objek dan subjek dari segala sesuatu eksitensi dunia ini, sehingga peranannya begitu vital dalam pembangunan indonesia pada platfrom maritim.
Pembangunan Poros Maritim meliputi lima pilar, salah satunya membangun budaya maritim Indonesia. Budaya yang saya artikan sendiri ialah pikiran; akal budi yang sulit dirubah karena kebiasaan. Budaya kemaritiman belum 100 ℅ penuh dilakukan rakyat indonesia, berbagai cara dilakukan pemerintah kita dan rakyatnya. Salah satunya melalui tulisan ini, semoga budaya yang saya maksud mengakar pada semangat kita dalam memajukan maritim di KEPRI, entah apapun itu caranya. Terpenting proses harus dilalui dengan tahap demi tahap.
Saya menilai Pemerintah Daerah kita sudah melakukan sebuah tahapan yang baik, dalam hal ini Dinas Perhubungan Provinsi KEPRI. Harus kita apresiasi, karena telah berhasil memenangkan perkara sehingga berhak untuk memungut retribusi atas pemanfaatan ruang laut pada sidang lanjutan penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan melalui jalur nonlitigasi yang digelar di Direktorat Peraturan Perundangan-undangan Kementerian Hukum dan HAM RI di Jakarta.
Atas kinerja mereka ini perlu kita contohi bersama. Yakni semangat mereka dalam memperjuangkan aspirasi rakyat -salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi- untuk kemakmuran dan kemajuan daerah. Bahkan semangat yang ingin kita contohi secara sadar telah menjemput mereka untuk lebih leluasa dalam mengelola laut KEPRI ini, alih-alih berjuang dalam tataran birokrasi mereka pun nantinya tentu akan perlu masukan dan dari kalangan mahasiswa.
Namun, masalahnya mahasiswa lupa dengan potensi lautan yang ada, jelas sudah ini menjadi sebuah hal yang urgen. Kesadaran tempat yang telah lama diduduki belum terasa, masih banyak orientasi generasi di KEPRI menutup mata dan telinga untuk menyelami laut KEPRI yang kaya ini. Jangan sampai kita yang notabane “anak tempatan” tidak ikut andil dalam memajukan laut hanya karena masalah orientasi.
Kita akui bersama SDM di KEPRI belum memadai untuk menangani persoalan laut, orientasi pembangunan lebih terpusat pada alokasi sumber daya pembangunan di darat. Padahal, dari sisi potensi ekonomi, tidak sedikit wilayah laut menjadi pundi-pundi rupiah. Seperti yang diperjuangkan Pemrov KEPRI barusan saya ulas di atas, persoalan ruang laut. Spesifiknya, lego jangkar yang sekarang sudah resmi dikelola Pemerintah Provinsi KEPRI, disasar akan meraup untung Rp 60 Milliar dan masuk ke PAD.
Jumlah uang yang sebanyak itu, sebaiknya nanti tidak hanya dialokasikan kepada sektor pembangunan di darat tapi tetap memikirkan laut dan SDM KEPRI yang paling utama. Sehingga, PAD dari lego jangkar saja yang ditargetkan 60 Milliar, dengan adanya SDM yang berkualitas nantinya bukan tidak mungkin pemerintah mematok lebih dari itu.
Mau tidak mau, menempatkan laut sebagai prioritas dari pembangunan ekonomi Provinsi KEPRI harus diimbangi dengan pembangunan SDM. Maka saya lebih menitikberatkan pada aspek pendidikan. Dimana laut menjadi sebuah tema besar dalam khazanah keilmuan maritim di indonesia khususnya di Bumi Segantang Lada ini.
Politeknik Maritim yang pernah didengungkan pejabat hanya buaian belaka. Padahal harapan besar tertumpu pada perguruan tinggi tersebut. Agar SDM di KEPRI mampu bersaing dengan daerah lainnya, apalagi mampu mengungguli daerah yang dominannya daratan.
Jika Politeknik yang kita harapkan tidak pernah terjadi, masih ada cara lain untuk membangun daerah ini dari sisi pendidikan. Melalui gerakan persuasif “gaung” mahasiswa yang mengarah kepada tatanan produk-produk ilmiah di setiap Perguruan Tinggi KEPRI. Seperti diskusi – diskusi, menulis artikel, novel (non ilmiah) hingga kajian ilmiah ; seminar, kuliah umum, riset, skripsi, tesis, disertasi, dsb.
Selain itu, harapannya agar kita tidak miskin karya akan keilmuan maritim. Sebab selama ini, narasi-narasi ilmiah berkaitan maritim hanya tergolong pada jurusan yang sudah lama kita kenal dengan laut. Misalkan ; Ilmu Kelautan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Teknologi Hasil Perikanan, Teknik Perkapalan, Budidaya Perairan, dsb.
Jurusan seperi Hubungan Internasional, Ilmu Pemerintahan, Ilmu Komunikasi, Planologi Pendidikan Guru SD dan jurusan dominan yang mengarah ke tatanan darah sangat sedikit bersingguhan dengan laut. Hal ini bisa kita liat hanya beberapa para pegiat maritim di KEPRI diluar jurusan tersebut tidak lebih hanya eksitensi. Saya fikir kita harus keluar dari zona aman, jadi kegiatan mahasiswa KEPRI sudah menuju ke arah pendidikan maritim bahkan konsep pembangunan konkrit yang targetnya menjadi referensi pemerintah.
Bahkan jauh ke atas pasca mengenyam bangku kuliah, LSM, OKP atau lembaga riset kemaritiman pun menurut sepaham saya tidak ada di KEPRI ini. Padahal, kita dikelilingi perairan yang amat begitu luas dan berdekatan dengan salah satu selat tersibuk di dunia. Artinya daerah ini hanya 4 ℅ saja ditumbuhi tanah dengan harta alam dibawahnya, sisanya 96 ℅ adalah air beserta harta karunnya yang belum tereksploitasi semua.
Akhirnya 5 tahun ke depan keadaan KEPRI akan tetap begini saja. Para pengambil kebijakan di tingkat pusat dan daerah niscaya lebih berorientasi ke darat dari pada sektor laut. Kini, saatnya kita generasi masa depan KEPRI alihkan pandangan jauh untuk bangsa dan daerah ini. Memulai dari orientasi kemaritiman pada produk-produk ilmiah kita, baik itu di tataran kampus atau pun di organisasi.
Sehingga berkorelasi ke arah pembangunan di masa kita mendatang, dari pembangunan yang semata berbasis daratan (Land based development) menjadi lebih berorientasi kepada pembangunan berbasis kelautan (Ocean based development).
Oleh: Rudi Saputra
Mahasiswa Universitas Karimun
Jurusan Manajemen Kepelabuhanan dan Pelayaran
Pegiat Maritim pada Isu-isu Lokal dan Nasional