Anambas – Festival Padang Melang Segera digelar mulai dari tanggal 26–28 Juli 2018 di pesisir pantai Padang Melang, Kecamatan Jemaja, Kabupaten Kepululauan Anmabas.
Festival selama 3 hari itu ditaja oleh Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Kepulauan Anambas (KKA).
Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Masykur KKA dalam keterangan pers Jumat pagi (6/7/2018) mengatakan, festival nanti lebih menampilkan kearifan lokal yakni budaya atau tradisi masyarakat tentang Adat Tolak Bala dan Berume.
“Festival Padang Melang 2014 dan 2017 yang lalu pelepasan Tukik terbesar sehingga kita mendapatkan Rekor Muri, untuk 2018 sekarang ini, kita lebih menampilkan kearifan lokal yaitu Adat Tolak Bala dan Berume yang biasa dilakukan masyarakat Jemaja, ” ujarnya.
Dikatakan Masykur, kegiatan sengaja dipublikasikan agar wisatawan bisa continue datang pada Festival Padang Melang 2018.
BACA: Puncak Perayaan Hari Jadi Kabupaten Kepulauan Anambas Yang ke-10
“Dari bulan November 2017 sudah kita buat konsep Festival Padang Melang 2018 ini. Anggaran yang kita gunakan di festival Padang Melang ini adalah Rp. 500.000.000, sesuai dengan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Murni ini dikerjakan oleh Dinas Pariwisata sendiri, ” jelas Masykur dalam Press conference.
Festival Padang Melang 2018 bertajuk “Helat Budaya Melayu Pesisir, ” event ini adalah kolaborasi berbagai tradisi masyarakat tempatan, berupa upacara, atraksi budaya dan permainan rakyat dengan aktivitas pantai kekinian. Dipadu dengan pertunjukan musik dan artistik spot selfie serta sajian berbagai kulinari tradisional. Dengan kolaborasi itu pengunjung dimanjakan dengan pengalaman yang kental akan khazanah budaya namun tidak meninggalkan sensasi masa kini.
Upacara Tolak Bale atau Tolak Bala merupakan tradisi dari masyarakat Desa Mampok, Kecamatan Jemaja, Kabupaten Kepulauan Anambas. Upacara itu adalah doa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk menolak dan menghindarkan warga dari bencana dan mala petaka baik di kampung maupun ketika mereka melaut/berkebun.
Sedangkan Berume adalah tradisi warga jemaja zaman dahulu untuk mulai membuka lahan, menebas rumput ilalang dan menanam padi. Dilaksanakan satu tahun sekali secara bergotong royong oleh warga sekampung. Tradisi ini muncul sekitar tahun 60an ketika terjadi konfrontasi dengan Malaysia yang mengakibatkan pasokan beras terhambat dan memaksakan rakyat Jemaja untuk menanam sendiri 4 jenis padi Gunung.
Segala pernak-pernik dan tradisi aslinya akan dituangkan dalam pertunjukan di pantai melengkung Padang Melang yang memiliki panjang sekitar 6,7 km.*