Kundur News – Denpasar – Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB) diingatkan untuk mewaspadai ancaman kerukunan umat beragama akibat perkembangan teknologi. Mengingat perkembangan teknologi saat ini yang semuanya serba digital selain membawa dampak positif bagi masyarakat, ternyata juga mampu menjadi ancaman serius bagi kerukunan umat beragama di Indonesia khususnya di Bali. Hal tersebut disampaikan Gubernur Bali Made Mangku Pastika saat membuka Musyawarah Antar Umat Beragama yang dilaksanakan oleh Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB) di Goodway Hotel, Nusa Dua, Bali, Sabtu (14/10).
BACA: Antisipasi Ancaman Kerukunan Umat Dari Dunia Maya
Bisa kita lihat di media sosial, bayangkan saja kalau ada oknum yang membuat berita hoax tentang SARA kemudian di share di medsos yang bisa diakses setiap orang dimanapun dan kapanpun, hal itu bisa memicu berbagai opini yang bisa saja menyebabkan hancurnya kerukunan beragama, itulah dampak dari perkembangan teknologi tersebut yang wajib kita perhatikan,” tegas Pastika.
Menurut Pastika, hal tersebut sengaja dilakukan untuk merusak para generasi muda saat ini, mengingat penggunan terbanyak media sosial tersebut adalah para generasi muda. “Kalau kita yang sudah tua-tua ini mungkin susah untuk terpengaruh tapi anak-anak muda itu, walaupun tidak semua yang terpengaruh tapi pengaruhnya bisa berdampak yang sangat masiv,” ujar Pastika.
Pastika sangat mengharapkan agar pemahaman tentang kerukunan beragama di kalangan generasi muda harus benar-benar dikembangkan guna tetap menjaga harmonisnya antar umat beragama di Indoensia khususnya di Bali.
ebih lanjut disampaikan Pastika, selain perkembangan teknologi terdapat ancaman lain yang perlu diperhatikan dan di bahas dalam musywarah tersebut yakni, politik identitas dan juga permasalahan ekonomi. Oleh karena itu, penghayatan dan pengamalan Pancasila secara konsisten merupakan salah satu solusi terbaik dalam upaya menjaga kerukunan umat beragama.
Selain itu, Pastika juga menekankan kepada para pemangku kepentingan maupun masyarakat agar dalam menyelesaikan permasalahan, harus mengutamakan budaya dialog. Selain itu, masyarakat Bali yang mengenal istilah “menyama braya” atau persaudaraan juga harus dijadikan pedoman dan panduan dalam menyelesaikan permasalahan.
Sementara itu Ketua Panitia Musda FKUB I Gede Nurjaya mengatakan bahwa Musda yang mengambil tema “Merawat Kerukunan Berkelanjutan Untuk Meningkatkan Kualitas Kehidupan Beragama, Bermasyarakat dan Bernegara”, akan digelar selama dua hari yakni 14 dan 15 Oktober 2017, yang diikuti oleh 70 orang peserta dari FKUB Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Bali ditambah perwakilan pemerintah provinsi dan kabupaten/Kota.
Musyawarah itu, lanjut dia, bertujuan membahas apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan yang berkaitan dengan kehidupan keagamaan. Dengan saling memahami antar umat beragama dalam masyarakat yang heterogen, maka perbedaan yang ada itu akan dapat dijadikan sebagai pendukung dalam membina semangat kebersamaan.*