Opini – Hampir semua orangtua pada saat ini kebagian tanggung jawab mendampingi anak belajar dari rumah. Mendampingi belajar, sekilas memang tampak sepele, namun sebenarnya perlu kesabaran yang lebih.
Saya sebagai seorang guru sekaligus sebagai seorangtua harus mengakui hal tersbut. Disamping mengajari murid secara daring, juga harus ikut mendampingi anak dalam menjelaskan pelajaran yang dikirimkan oleh gurunya di sekolah.
Itu bukanlah perkara yang mudah, karena anak cendrung lebih percaya gurunya dari pada penjelasan orangtuanya sendiri. Kita harus banyak bersabar menghadapi prilaku anak kita dalam memahami pelajarannya sehingga mereka mampu memahami pelajaran dan dapat mengerjakan soal atau tugas tersebut.
Sebagai orangtua sekaligus pendidik saya hampir tidak menyangka, dunia pendidikan telah berubah drastis akibat pandemi covid-19. Di tengah pembatasan sosial akibat wabah covid-19, kita harus tetap mempunyai semangat mengajar dan menambah ilmu pengetahuan kepada anak-anak kita. Penerapan pembelajaran online atau daring selama ini yang hanya di kenal oleh para Mahasiswa, sekarang harus kita tularkan kepada anak-anak kita dari tingkat sekolah Paud/SD, karena untuk memutuskan penyebaran virus maka kebijakan physical distancing untuk memaksa perubahan dari pendidikan formal di bangku sekolah menjadi belajar dari rumah, dengan sistem online, dalam skala Nasional, bahkan ujian Nasional tahun ini terpaksa ditiadakan.
Sistem pendidikan online itu tidak mudah. disamping disiplin pribadi untuk belajar secara mandiri, ada fasilitas dan sumber daya yang mesti disediakan, karena menyediakan perangkat belajar seperti ponsel dan laptop maupun pulsa untuk koneksi internet, harus ada sehingga banyak orangtua murid dan juga tenaga pendidik yang kesulitan,apalagi jangkauan akses internet tidak semua daerah itu ada.
Dengan kata lain, sistem pembelajaran online ini berpotensi membuat kesenjangan sosial ekonomi yang selama ini terjadi, menjadi makin melebar saat pandemi. Kemenaker (20/4) mencatat sudah lebih dari 2 juta buruh dan pekerja formal-informal yang dirumahkan atau diPHK. Dengan kondisi seperti ini, banyak orangtua kesulitan menyediakan kesempatan pendidikan yang optimal bagi anak-anak mereka. Dalam situasi yang lebih buruk, orangtua malah bisa berhadapan pada pilihan dilematis: memberi makan keluarga atau membiayai pendidikan anak. Ini berpotensi membuat angka putus sekolah meningkat. Sejak kebijakan belajar dari rumah diterapkan secara nasional mulai tanggal 16 Maret 2020, muncul indikasi naiknya angka putus sekolah di berbagai tempat. Mulai dari Papua, Maluku Utara, hingga Jakarta. Ini daerah-daerah yang tergolong zona merah dalam penyebaran wabah. Angka putus sekolah dari kawasan perdesaan juga diperkirakan akan naik.
Kemungkinan dalam jangka panjang banyak anak-anak yang putus sekolah di usia wajib belajar, ini memiliki kemungkinan lebih besar untuk menjadi pengangguran, baik secara tertutup atau terbuka.
Sebagai langkah solusi praktis, sejak awal saya berpendapat pemerintah perlu merealokasikan dana pelatihan Rp5,6 triliun bagi 5,6 juta buruh dan pekerja yang diperkirakan terdampak krisis ekonomi akibat wabah covid-19, menjadi bantuan langsung. Sehingga, bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Termasuk, memastikan keberlangsungan pendidikan anak-anak mereka.
Pendidikan merupakan kunci pembangunan sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia merupakan kunci terwujudnya Indonesia Emas 2045, yang adil dan sejahtera, aman dan damai, serta maju dan mendunia. Pendidikan yang akan menentukan kemana bangsa ini akan menyongsong masa depannya,
Pekerjaan rumah kita dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional memang masih banyak. Pandemi covid-2019 ini menyingkapkan sejumlah persoalan penting yang harus segera diatasi karena menyangkkut keberlangsungan dan kualitas pendidikan para murid serta kesejahteraan para murid guru.*
Ditulis oleh: Rama Liya Sari,S.Pd | SD Negeri 008 Sagulung.