Kundurnews – Perusahaan layanan keuangan berbasis teknologi (fintech), Investree, menargetkan mampu menyalurkan pinjaman sebesar Rp100 miliar hingga pertengahan 2017 mendatang, dimana porsi terbesar pendanaan tersebut ditujukan untuk pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) “Target kami Rp100 miliar pinjaman terdanai sampai Juni 2017, dengan porsi UKM industri kreatif di atas 30 persen serta untuk segmen di luar industri kreatif yang juga diproyeksikan tumbuh,” kata co-founder dan Chairman Investree, Adrian Asharyanto Gunadi, di Jakarta, Rabu (28/9/2016) yang dilansir wrtaekonomi.co.id.

Sejak beroperasi Januari 2016, Investree telah menyalurkan sekitar Rp23 miliar pinjaman terdanai sampai September 2016, yang penerima pinjamannya terdiri dari industri kreatif 38 persen, industri “outsourcing” 25,3 persen, dan industri makanan dan minuman 20 persen.

“Mayoritas memang jasa dan industri kreatif, karena kami hadir sebagai sebuah alternatif akses permodalan mereka,” ucap Adrian.

Industri UKM kreatif menjadi fokus utama Investree karena masih banyak pelaku usaha sektor tersebut yang belum dapat menjangkau layanan finansial. Padahal, data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menyebutkan kontribusi sektor UKM kepada pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 58,92 persen terhadap PDB dengan jumlah pelaku UMKM sebanyak 57,9 juta unit.

Investree sendiri merupakan perusahaan fintech yang bergerak dalam layanan peer-to-peer (P2P) lending, sebuah praktik meminjam dan memberikan pinjaman dalam jaringan (online) melalui sebuah wadah yang disebut “marketplace” tanpa perantara bank atau lembaga finansial lainnya.

Investree saat ini memiliki sekitar 1.000 pemberi pinjaman yang memperoleh kesempatan untuk mendanai pelaku usaha yang membutuhkan pinjaman.

“Jumlah pemberi pinjaman harus naik tiga kali lipat untuk mencapai target Rp100 miliar,” ucap Adrian.

Bukan Pengganggu Bank Dalam menjalankan kegiatan layanan pemberian pinjaman, Adrian mengatakan bahwa start-up yang dibangunnya belum dianggap sebagai ancaman dan pengganggu bagi bisnis pemberian pinjaman yang telah dilakukan oleh perbankan.

“Sebenarnya ini belum dianggap sebagai ‘disturber’ untuk bank, maka nantinya kami akan kolaborasi dengan bank. Kami ingin menciptakan ekosistem industri keuangan yang komprehensif dan mempercepat inklusi keuangan,” kata dia.

Adrian juga mengatakan sasaran segmen pasar antara “peer-to-peer lending” dan perbankan berbeda. Dia mengatakan Investree lebih menyasar usaha kelas menengah yang sering mendapatkan kesulitan dalam mendapatkan akses permodalan dari perbankan karena belum memenuhi sejumlah persyaratan.

“Bank semakin hari semakin ‘rigid’. Dengan penetrasi internet, sekarang bisa mendigitalisasi layanan keuangan dengan tetap mempertahankan keamanan dan prudensialitas,” ucap dia.

Investree saat ini masih terus mengedukasi pasar terkait dengan cara kerja “peer-to-peer lending”, mengingat masih banyak pelaku usaha dan masyarakat yang belum memahaminya.

Adrian mengatakan pihaknya juga sedang menunggu proses pembuatan regulasi fintech yang tengah dipersiapkan oleh otoritas terkait, seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

Peraturan mengenai fintech bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan industri tersebut. Pendekatan yang mengedepankan kehati-hatian perlu dilakukan untuk menghindari kegagalan yang merugikan konsumen.

“Kami sebagai wakil dari Asosiasi Fintech Indonesia bersama otoritas terkait sedang menyusun aturan main ‘peer-to-peer lending’, dan harapannya akhir tahun sudah muncul agar transaksi dapat aman dan berkelanjutan,” kata Adrian.

Previous articleEkonomi Digital Harus Bermanfaat Bagi Rakyat
Next articleBegini cara punya anak Kembar