Dari hari ke hari, kondisi nilai tukar Rupiah makin memprihatinkan. Rupiah semakin tak berdaya atas dolar Amerika Serikat. Ini ditunjukkan dari kurs tengah Bank Indonesia, Rupiah menyentuh Rp 13.164 pada penutupan perdagangan Rabu (11/3) dan kembali anjlok ke level Rp 13.176 per 1 dolar AS pada Kamis (12/3). Bahkan, Rupiah sempat menyentuh angka Rp 13.200 per USD.
Rakyat Indonesia dari pelbagai latar belakang, mulai dari akademisi, ekonom, analis, pengusaha, bahkan sampai tukang becak, berteriak mengingatkan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengenai kondisi ini. Bayang-bayang kekhawatiran terjadinya krisis ekonomi menghantui. Apalagi dengan kurs di atas Rp 13.000, Rupiah tercatat mengalami pelemahan terburuk sejak Indonesia dihantam krisis keuangan 1998.
CEO Saratoga Grup, Sandiaga Uno menegaskan, pelemahan Rupiah hingga di atas Rp 13.000 sudah tidak masuk akal. Pemerintah harus menyikapi serius persoalan ini. Dia juga mengkritik pemerintahan Jokowi sangat cuek menyikapi pelemahan Rupiah. Sikap cuek pemerintahan Jokowi dalam menyikapi pelemahan Rupiah, berbeda dengan sigapnya pemerintahan SBY.
Yang paling merasakan dampak dari melemahnya Rupiah adalah rakyat kecil. Danu Priyono (67), warga Tipes, Solo, yang sehari-hari bekerja sebagai tukang becak pun ikut berkomentar soal melemahnya nilai tukar Rupiah. kondisi perekonomian sekarang ini semakin menyengsarakan rakyat kecil. Melemahnya Rupiah, ditambah sebelumnya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan harga beras, membuat harga bahan pokok semakin sulit terbeli.
Kekhawatiran terus merosotnya Rupiah sudah diingatkan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhir tahun lalu. SBY mengaku telah menyampaikan bahwa tantangan yang akan dihadapi perekonomian nasional tidak ringan.
Semua negara berkembang, termasuk Indonesia, menghadapi tantangan berat berupa perlambatan ekonomi, anjloknya nilai tukar, jatuhnya harga komoditas di pasaran global. “Beri Pak Jokowi kesempatan & berikan pula dukungan utk atasi masalah ini,” tulis SBY melalui akun twitter pribadinya, @SBYudhoyono saat itu.
Pemerintahan Jokowi-JK bukannya tutup mata atas tren pelemahan Rupiah. Sudah sejak tahun lalu, Jokowi-JK sadar betul akan ancaman anjloknya Rupiah. Namun pemerintahan baru ini berulang kali menanggapi santai dengan menyebut bahwa pelemahan Rupiah terhadap dolar AS masih lebih baik ketimbang yang terjadi di negara lain.
Presiden Jokowi, Wapres Jusuf Kalla, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro hingga Gubernur BI Agus Martowardojo kompak menyebut ekonomi Indonesia masih baik dan tak terpengaruh kondisi Rupiah.
Setelah Rupiah menyentuh angka Rp 13.200 per USD, pemerintah dan Bank Indonesia merapatkan barisan membicarakan persoalan ini. Sejumlah paket kebijakan dikeluarkan merespon pelemahan Rupiah.
Lagi-lagi, di depan publik, baik Jokowi maupun Jusuf Kalla dengan santainya terus meyakinkan rakyat, ekonomi Indonesia tetap berada di jalur benar meski Rupiah anjlok.
1. Terpuruknya Rupiah tidak membuat pemerintah panik. Presiden Joko Widodo menanggapi santai kondisi ini.
Dia mengatakan, pelemahan Rupiah meski terburuk sejak Krisis 1998, tapi tidak serta merta kondisinya sama seperti saat Indonesia dihantam krisis 17 tahun lalu.
Ditambah lagi sikap tenang Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo. “Gubernur BI saja tenang-tenang, saya juga tenang-tenang,” kata Jokowi di Jakarta, Kamis (12/3).
Tidak dipungkiri, tidak hanya Rupiah yang terpuruk atas dolar AS. Hampir semua mata uang di dunia mengalami pelemahan.
Jokowi mempercayakan wewenang menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah pada bank sentral. Pemerintah tidak akan meminta Bank Indonesia melakukan intervensi untuk meredakan gejolak di pasar uang. “Kalau intervensi tanyakan kepada Gubernur BI,” ucapnya.
2. Pemerintahan baru di bawah komando Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berulang kali mencoba meyakinkan rakyat dan pelaku usaha, kondisi ekonomi saat ini masih baik dan tidak sama dengan kondisi saat terjadi krisis di 1998.
Saat ditemui merdeka.com di ruang kerjanya kemarin, Wakil Presiden Jusuf Kalla menjelaskan perbedaan kondisi ekonomi saat ini dengan ketika terjadi krisis 17 tahun lalu.
“Yang harus dilihat, Rupiah 13.000 sekarang dengan Rupiah 13.000 lebih dari 10 tahun yang lalu berbeda. Apalagi anda bandingkan dengan krisis 1998. Saat itu sampai kita krisis Rp 15.000. Rp 13.000 sekarang kira-kira sama dengan Rp 7.000 zaman dulu. Ya jadi jangan samakan Rupiah waktu krisis 98 dengan Rupiah sekarang,” ujar Jusuf Kalla kepada merdeka.com.
Untuk mempermudah memahami perbedaan nilai Rupiah saat ini dan ketika krisis 1998, JK sapaan akrabnya, menjelaskan dengan mengambil contoh nasi padang. “Kalau Anda punya Rp 13.000 tahun 98, Anda bisa makan berdua dengan nasi padang. tapi kalau Rp 13.000 sekarang, 1 porsi saja belum tentu cukup. Jadi jangan samakan nilainya dulu dengan sekarang, tidak bisa, beda,” jelasnya.
3. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, secara umum Rupiah berada dalam posisi netral. Bahkan, ada pihak yang sumringah dan diuntungkan dengan pelemahan Rupiah yakni eksportir.
“Untuk importir tentu agak berat juga. Tapi secara umum justru kita perlu banyak ekspor, justru kita ingin kurangi defisit, sehingga dengan Rupiah 13.000 itu bagi ekonomi kita sebenarnya tidak menjadi soal,” ucapnya.
Meski nilai tukar Rupiah anjlok, Indonesia harus bisa memanfaatkan kondisi kondisi ini. Dalam pandangannya, ini saatnya meningkatkan aktivitas dan kinerja ekspor Indonesia. Di sisi lain, aktivitas impor ditekan.
“Tentu kita juga harus perhatikan masalah-masalah kita juga, apa yang memperkuat ekspor kita lebih lanjut. Kalau Rupiah melemah artinya ekspor akan naik. Hal bagus. Pendapatan rakyat lebih banyak ekspor, impor akan lebih sulit,” imbuh JK.
4. Presiden Joko Widodo kembali menggelar rapat dengan Gubernur Bank Indonesia, OJK dan beberapa menteri-menterinya khususnya di bidang ekonomi keuangan. Adapun yang dibahas dalam rapat terbatas ini adalah mengenai ekonomi global.
“Menteri, Gubernur BI, OJK, sore hari ini kita akan berbicara masalah perkembangan ekonomi global, berhubungan dengan kurs. Meskipun juga perlu saya sampaikan dengan fundamental ekonomi kita yang baik, Indeks Harga Saham yang baik, pasar obligasi membaik, ruang fiskal juga jauh lebih baik dibanding tahun kemarin,” kata Jokowi saat membuka rapat di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/3).
Lebih lanjut, Jokowi mengajak semua pihak tetap yakin bila ekonomi Bangsa Indonesia akan makin membaik.
“Kita semuanya harus optimis bahwa tahun ini ekonomi kita akan tumbuh lebih baik, tapi kita harus hati-hati iya, waspada iya,” tegasnya.
5. Februari lalu, Presiden Joko Widodo menjawab pelbagai kritik yang dilontarkan publik pada pemerintahannya. Salah satunya soal melambatnya perekonomian nasional dan anjloknya nilai tukar Rupiah.
Jokowi santai menepis kritik itu dengan meminta semua pihak tidak berharap perubahan besar di awal masa pemerintahannya. Menurutnya, segala perubahan membutuhkan waktu tak sebentar.
“Ini kan memerlukan waktu, saya ini (bekerja) baru 3 bulan lebih dikit lho,” singkat Jokowi.