Kundur News.

HINGGA zaman ini, madzhab-madzhab fiqih salaf yang masih lestari adalah madzhab empat, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Dari empat madzhab tersebut, yang paling tua usianya adalah madzhab Hanafi.

Pengasas madzhab ini adalah Imam Abu Hanifah, yang menurut pendapat rajih termasuk tokoh tabi’in. Meski dikenal dengan kelebihan dalam bidang fiqih, qiyas dan ra’yu namun sejumlah ulama menyebut bahwa Imam Abu Hanifah juga memumpuni dalam bidang hadits. Para ulama semisal Ibnu Hajar Al Haitami menyebutkan bahwa Imam Abu Hanifah termasuk jajaran huffadz hadits, dimana ia mengambil periwayatan dari 4 ribu perawi. Sebab itu Imam Adz Dzhahabi memasukkan Imam Abu Hanifah dalam Tadzkirah Al Huffadz, sebuah kitab yang terkumpul di dalamnya biografi para huffadz hadits. (lihat, Al Khairat Al Hisan, hal. 68)

Empat madzhab sepakat bahwa rujukan yang diambil adalah Al Qur`an, kemudian Al Hadits serta ijma dan qiyas. Namun madzhab Hanafi adalah memiliki rujukan lain selain itu, yakni pendapat para sahabat serta istihsan. (lihat, Tarikh Al Baghdad, 13/367 dan Manaqib Al Imam Al A’dzam Al Muwaffaq Al Makki, hal. 1/82,86)

Istihsan sendiri adalah sebutan lain dari ijtihad. Sebagai contoh, dalam menentukan kriteria “ma’ruf” dalam nafkah. Tidak ada nash menjelaskan jumlah ketentuan nafaqah, maka di sini para ulama menentukannya dengan cara ijthad atau istihsan. Hanafiyah juga memandang bahwa istihsan adalah bagian daripada qiyas.

Ada sejumlah pihak yang menyebutkan bahwa Madzhab Hanafi cenderung mengutamakan qiyas dari pada hadits. Hal ini ditanggapi oleh para ulama hadits madzhab ini dengan menulis sejumlah kitab-kitab yang berisi hadits-hadits hukum yang dijadikan hujjah madzhab ini. Al Hafidz Murtadha Az Zabidi, ulama hadits madzhab Hanafi menulis Al Jawahir Al Munifah fi Ushuli Adillati Madzhab Al Imam Abi Hanifah yang berisi hadits-hadits yang diriwayatkan langsung oleh Imam Abu Hanifah dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengenai 447 permasalahan fiqih yang mayoritas derajatnya shahih dan hasan serta sebagian dhaif yang derajatnya terkuatkan. Sedangkan ulama hadits India Dzafar Ahmad Utsmani At Tahanawi menulis karya yang bernama I’la As Sunan setebal 16 jilid yang berisi hadits-hadits hukum yang dijadikan dalil madzhab Hanafi beserta syarahnya, juga jawaban terhadap kritik dari madzhab lain.

Disamping memiliki kitab-kiab khusus mengenai dalil madzhab, kitab-kitab takhrij hadits dalil-dalil Hadzhab Hanafy sendiri tidak sedikit, sebagaimana dicatat oleh Al Muhaddits Abdul Hayyi Al Kattani dalam Ar Risalah Al Mustatharrifah (hal. 188, 189). Sejumlah kitab yang mentakhrij hadits-hadits dalam kitab fiqih madzhab Hanafy antara lain Ath Thuruq wa Al Wasail fi Takhrij Ahadits Khulashah Ad Dalail oleh Abdul Qadir bin Muhammad Al Qursy yang merupakan takhrij dari hadits-hadits yang terdapat pada Khulashah Ad Dalalil fi Tanqihi Al Masail yang.

Demikian juga Takhrij Ahadits Syarh Al Mukhtar yang merupakan karya dari Al Hafidz Qasim bin Quthlubugha Al Hanafy. Ada pula Al Iniyahah fi Takhrij Al Ahadits Al Hidayah oleh Muhyiddin Al Qursy Al Hanafy juga Al Kifayah fi Ma’rifati Al Ahadits Al Hidayah oleh Alauddin Ali bin Utsman Al Mardini, juga Nashb Ar Rayah li Al Hadits Al Hidayah oleh Al Hafidz Az Zaila’i.

Jumlah kitab-kitab takhrij hadits dalil-dalil madzhab Hanafy ini sendiri secara tidak langsung menunjukkan bahwa tidak sedikit kitab-kitab fiqihnya yang memuat dalil-dalilnya.

Para ulama Hadits, baik para muhadditsun dan huffadznya juga banyak yang memilih untuk menganut madzhab ini. Diantara mereka Al Hafidz Abu Bishr Ad Dulabi, Al Hafidz Abu Ja’far Ath Thahawi, Al Hafidz Ibnu Abi Al Awwam As Sa’di, Al Hafidz Abu Muhammad Al Haritsi, Al Hafidz Abdul Baqi, Al Hafidz Abu Bakr Ar Razi Al Jashas, Al Hafidz Abu Nashr Al Kalabadzi, Al Hafidz Abu Muhammad As Samarqandi, Al Hafidz Syamsuddin As Saruji, Al Hafidz Quthb Ad Din Al Halabi, Al Hafidz Alauddin Al Mardini, Al Hafidz Az Zaila’i, Al Hafidz Mughulthai, Al Hafidz Badruddin Al Aini, Al Hafidz Qasim bin Quthlubugha. Syaikh Anwar Zahid Al Kuatsari dan Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah menyebutkan 150 ulama hufadz dan muhadits madzhab Hanafi (lihat, Fiqh Alhul Iraq wa Haditsuhum, hal. 60-82).  Sedangkan Syeikh Dzafar Ahmad Utsmani menyebutkan biografi para huffadz dan muhadditsun penganut madzhab ini yang jumlahnya mencapai 229 ulama. (lihat, Abu Hanifah wa Ashabuhu Al Muhadditsun)

Tingkatan Ulama Hanafi

Seperti halnya madzhab lain, ulama madzhab Hanafi diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan, sesuai dengan tingkatan kemampuan dalam berijtihad. Tentu tingkatan paling tinggi adalah mujtahid mutlak, mujtahi tertinggi yang tidak hanya menghasilkan produk hukum fiqih dari dalilnya, namun ia juga yang memiliki kemampuan menetapkan metodologi dalam ijtihad. Tentunya Imam Abu Hanifahlah yang menempati peringkat ini.

Peringkat selanjutnya adalah mujtahid madzhab, ulama yang metodologinya mengikuti metodologi imam madzhab namun mereka mampu melakukan ijtihad sendiri dan tidak bertaklid kepada imamnya, dimana tidak sedikit mereka menyelisihi imam. Para ulama yang menduduki peringkatan ini dalam madzhab Hanafi adalah para muridnya, yakni Imam Abu Yusuf, Imam Muhammad bin Hasan serta Imam Dzufar.

Tingkatan selanjutnya adalah mujtahid yang berijtihad hanya dalam masalah yang tidak didapati dari imam mengenai hukumnya. Para ulama yang berada di tingkatan ini adalah Al Hashshaf, Ath Thahawi, Al Karkhi, Al Halwa’i, Al Bazdawi. Mereka ini tidak memiliki kapasitas untuk menyelisihi imam baik dalam metodologi maupun hasilnya.

Selanjutnya adalah ulama tarjih yang memiliki kemampuan untuk menilai riwayat madzhab yang kuat, mana pendapat yang sesuai dengan qiyas. Ulama yang berada dalam derajat ini adalah Imam Al Quduri.

Selanjutnya adalah ulama muqallid yang memiliki kemampuan untuk melihat mana pendapat madzhab yang paling kuat. Baru kemudian ulama muqallid yang tidak memiliki kemampuan dalam hal ini. Klasifikasi ini sendiri disebutkan oleh Syeikh Umar bin Umar  Al Azhari di akhir kitab fiqih Hanafi, Al Jawahir An Nafisah.

Kitab Mu’tamad

Untuk kitab mutaqaddimin, hanya kitab yang memiliki sanad yang bersambung hingga Imam Abu Hanifah yang dipakai, yakni Al Jami’ Al Kabir dan As Shaghir, juga As Siyar Al Kabir dan As Saghir serta Az Ziyadat dan Al Mabsuth.

Adapun untuk kitab-kitab matan ringkasan yang mu’tamad seperti Al Mukhtashar Ath Thahawi, Al Mukhtashar Al Karkhi serta Al Mukhtashar  Al Quduri. Al Mukhtashar Al Quduri dinilai kitab matan yang paling banyak dipelajari.

Penganut Madzhab Hanafi

peta madzhab

Madzhab Hanafi sendiri hingga kini memiliki penganut yang cukup banyak. Di dunia Islam wilayah-wilayah yang banyak dihuni oleh penganut madzhab ini antara lain Kazakhstan, Turkmenistan, Kirgizstan, Afghanistan, Pakistan, Bangladesh, Azerbaijan, Turki, Mesir, Tajikistan, Maldives, Suriah, Jordan, Uzbekistan dan India.

 

Previous articleKomjen Budi Waseso soal penahanan BW: Enggak kok kata siapa?
Next article5 Manfaat dan Keuntungan Shalat Subuh