“Beruntunglah tuan orang Islam! Sebab tuan mempunyai Qur’an yang tidak usah diperkomitekan dan dipanitiakan, sebab tuan mempunyai bahasa suci yang aseli dan tetap. Bahkan bahasa Arab yang terpakai setiap harilah yang harus disesuaikan kepada Qur’an, bukan Qur’an yang harus disesuaikan kepada perkembangan bahasa.” (Hamka, Pelajaran Agama Islam, 171).
Ungkapan ini berasal dari Mr. Hendon, yang disampaikan kepada Buya Hamka. Profesor muda inilah yang mengantar Hamka kelililing melihat pameran kitab suci klasik. Pameran ini adalah bagian dari kunjungan Hamka ke Yale University, New Haven, Amerika pada bulan Oktober 1952.
Pada saat itu, mereka sedang merayakan dan mensyukuri selesainya satu proyek besar berupa menyalin kitab Bibel berbahasa Inggris dan salinan lama, di zaman King James, 1612. Acara ini dipanitiai 40 gereja dan baru rampung lima belas tahun kemudian.
Bagi umat Islam, nikmat keaslian ini kadang-kadang kurang begitu disyukuri. Padahal, keaslian al-Qur`an adalah anugerah besar yang dikaruniakan Allah kepada mereka. Sejak awal, ontentisitasnya sudah dijamin oleh-Nya, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr [15] : 9).
Dengan demikian, sudah seharusnya umat Islam mensyukuri nikmat agung ini. Mereka sudah tidak perlu capek-capek lagi sepanjang zaman untuk menjaga keaslian al-Qur`an.
Ada 5 hal yang bisa dilakukan untuk mensyukuri keaslian al-Qur`an. Pertama, rajin membacanya. Dalam al-Qur`an, orang yang biasa membaca al-Qur`an digambarkan sebagai orang yang mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi (QS. Fathir [35] : 29). Orang yang membaca al-Qur`an tidak akan merugi.
Di samping sebagai ungkapan syukur, pembacanya juga akan mendapat pahala besar dari Allah. Ibnu Mas’ud meriwayatkan sabda nabi:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
“Barangsiapa membaca satu huruf dari ayat al-Qur`an maka akan mendapat satu kebaikan. Setiap kebaikan berlipat sepuluh. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf. Akan tetapi, “alif” satu huruf, “lam” satu huruf, dan “mim” satu huruf.” (HR. Tirmidzi).
Kedua, menghafalnya. Menghafal al-Qur`an merupakan salah satu kontibusi riil dalam mensyukuri al-Qur`an. Keutamaannya pun sangat agung, di antaranya dianggap sebagai keluarga Allah di bumi. Anas bin Malik meriwayatkan sabda nabi:
«إِنَّ لِلَّهِ أَهْلِينَ مِنَ النَّاسِ» قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ هُمْ؟ قَالَ: «هُمْ أَهْلُ الْقُرْآنِ، أَهْلُ اللَّهِ وَخَاصَّتُهُ»
“Sesungguhnya Allah memiliki keluarga dari kalangan manusia.” Para sahabat [un bertanya, “Siapakah mereka wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang yang ahli al-Qur`an. (Mereka) adalah keluarga Allah dan orang istimewa-Nya.” (HR. Ibnu Majah). Ahli dalam al-Qur`an ini maksudnya adalah orang yang hafal dan mengamalkannya. Nabi pun mempunyai kebiasaan unik, setiap setahun sekali beliau setoran hafalan, muraja’ah al-Qur’an di bulan Ramadhan yang langsung disimak Jibril.
Ketiga, mempelajari dan mengajarkannya. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa belajar dan mengajarkan al-Qur`an adalah indikator manusia terbaik:
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al-Qur`an dan mengamalkannya.” (HR. Bukhari, Abu Daud dan Tirmidzi). Maka tidak berlebihan, sebagai wujud mensyukuri keotentikannya, adalah dengan belajar dan mengajarkannya.
Keempat, mentadabburinya. Keaslian al-Qur`an bukan untuk sekadar kebanggaan, tapi untuk ditadabburi. Mengenai hal ini, al-Qur`an telah menandaskan:
{كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ} [ص: 29]
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shad [38] : 29).
Kelima, mengamalkannya. Ada dua orang, menurut sabda nabi, yang kita boleh hasad kepadanya, salah satunya adalah:
رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَقُومُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ، وَآنَاءَ النَّهَارِ
“Orang yang diberi karunia al-Qur`an lalu ia berdiri dengannya sepanjang malam dan siang.” (HR. Muslim). Tentunya kata “berdiri dengannya” bukan sekadar membaca, menghafal dan mengerti, tapi juga mengamalkannya.
Intinya, syukurilah orisinalitas al-Qur`an dengan membaca, menghafal, belajar-mengajarkan, mentadabburi, dan mengamalkannya. Semoga kita tercatat sebagai orang-orang yang bersyukur atas nikmat yang agung ini.
(Arrahmah)