Kundur News – Komisi Kepolisian Nasional masih enggan membeberkan kandidat lain pengganti Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kepala Kepolisian. Kompolnas baru akan mengajukan nama pengganti setelah melihat hasil sidang gugatan praperadilan yang dilayangkan Komjen Budi Gunawan atas status tersangka yang disematkan kepadanya.
“Belum. Kita tetap nunggu prapradilan. Kalau sudah ada putusan baru kami bergerak sesuai arahan presiden,” kata anggota Kompolnas Edi Hasibuan lewat pesan singkatnya, Senin (2/1).
Sidang perdana praperadilan itu rencananya digelar perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (2/2) ini, mulai pukul 09.00 WIB. Mengenai hasil sidang, Kompolnas berharap akan dimenangkan Kepala Lembaga Pendidikan Polri tersebut.
“Saya kira banyak (calon pengganti) yang sedang diteliti. Tapi buat nanti, kalau praperadilan kalah. Itu sebagai ancang-ancang saja. Kami harapkan sih Pak BG bisa menangkan praperadilan,” kata Edi.
Seperti diketahui gugatan praperadilan yang diajukan calon tunggal Kepala Polri Komjen Budi Gunawan, ini buntut status tersangka kepemilikan rekening tak wajar yang diberikan KPK kepadanya, Selasa (13/1) lalu. Lewat kuasa hukumnya, Kepala Lembaga Pendidikan Polri tersebut menggugat KPK terkait penetapan tersangkanya yang tercatat dalam nomor perkara 04/pid/prap/2015/PN Jakarta Selatan.
Penetapan tersangka ini bermula dari laporan sejumlah lembaga swadaya masyarakat ke lembaga anti korupsi tersebut. Setelah ditelisik akhirnya KPK menyangkakan Budi Gunawan menjadi tersangka dugaan kepemilikan rekening tak wajar ketika menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri dan jabatan lainnya di kepolisian periode 2003-2006 silam.
Dalam sangkaannya KPK menilai ketika menjabat posisi tersebut, mantan ajudan Megawati Soekarno Putri itu diduga menerima dan melakukan tindakan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji untuk memuluskan karir perwira di kepolisian. Penetapan tersangka ini sehari sebelum Komjen Budi Gunawan menjalani uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi III DPR.
(merdeka com)