Anambas – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti selama tiga hari melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau pada tanggal 16-18 Juli 2019. Dalam kesempatan tersebut, Menteri Susi mengunjungi sejumlah pulau dan berdialog dengan nelayan di Pulau Siantan (17/7) dan Pulau Jemaja (18/7).
Menurut Menteri Susi, keberadaan Kabupaten Kepulauan Anambas baik dari segi keamanan dan kehidupan masyarakatnya memiliki peran penting bagi NKRI, karena merupakan kabupaten terluar yang berbatasan dengan banyak negara. “Disini ada laut cina selatan yang berbatasan dengan Singapura, Vietnam, Malaysia, Tiongkok, Filipina, Thailand, sehingga memiliki titik tawar penting bagi NKRI”, ucapnya.
Oleh karena itu, Ia pun menaruh harapan besar kepada Anambas. “Saya ingin Anambas menjadi pointer utama dan pioneer utama bagi industri perikanan dan industri pariwisata”, ujar Menteri Susi.
Menteri Susi menjelaskan, ada dua hal yang diperlukan untuk mencapai harapan tersebut, yakni kenyamanan dan keindahan. ”Gunungnya harus hijau, lautnya harus biru dan banyak ikannya”, tambahnya.
Namun dalam kunjungan ke beberapa pulau, Ia menemukan banyak terumbu karang di kedalaman 2-4 meter sudah rusak akibat destructive fishing dengan cara di bom dan menggunakan pottasium (portas). Ia pun berpesan agar pengusaha ikan hidup tidak lagi menerima hasil tangkapan dan menyuplai pottasium ataupun bahan dinamit kepada nelayan untuk menangkap ikan.
“Jika masih ada, saya akan kunci izin kapal Hongkong (pengangkut ikan hidup) ke daerah sini. Illegal fishing yang mencuri ikan pakai jaring sudah hilang. Tolong dihargai setelah dijaga keamanan, masak mau dirusak pakai bom dan portas, tidak boleh”, tegasnya dihadapan para nelayan di Pulau Siantan, Rabu (17/7).
Menteri Susi juga menerangkan bahwa untuk ikan napoleon dibatasi penangkapannya. Ketentuan ikan napoleon yang boleh ditangkap berukuran 8 ons hingga 4kg, lebih dari itu maka harus dilepas untuk indukan di alam. Pengusaha dan pelaku penangkapan ikan harus patuh dan tertib menjaga kelestarian untuk keberlanjutan usaha. “Pemerintah membuat aturan supaya ikan-ikan tetap produktif, ada dan banyak. Jika sedikit, hanya cukup untuk makan tidak cukup untuk menghidupi keluarga, sekolah anak-anak kita”, jelasnya.
Sementara itu, menanggapi keluhan nelayan kecil tentang maraknya kapal besar yang beroperasi di dekat pulau, Menteri Susi mengatakan agar para pengusaha dan nelayan dengan kapal diatas 30 GT juga harus mematuhi ketentuan jalur penangkapan ikan. Kapal-kapal besar seperti purse seine tidak diperbolehkan menangkap ikan dibawah 4 mil dari bibir pantau di pulau terdekat. “Tidak boleh kapal purse seine yang ber-GT besar beroperasi di jalur 1 dan 2. Dorong semua ke jalur 3 (diatas 12 mil), jangan sampai jalurnya diambil oleh orang Vietnam”, ungkap Menteri Susi.
Kapal Purse Seine dengan modifikasi atau yang dikenal dengan pukat mayang telah meresahkan nelayan lokal. Seperti yang dikeluhkan nelayan di Pulau Jemaja, kapal tersebut menangkap ikan dengan jaring besar yang sudah dimodifikasi dan ditarik dengan mesin. Diameter lubang jaring yang dipakai sangat kecil sehingga benih ikan yang harusnya tidak ditangkap ikut terperangkap dan akhirnya dapat mengurangi populasi ikan di sekitar Laut Anambas.
Padahal, ketentuan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 71 tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan disebutkan bahwa untuk purse seine pelagis kecil diharuskan memiliki mata jaring 1 inchi (2,54 cm) dan purse seine pelagis besar berukuran 2 inchi (5,8 cm). “Jika masih ada yang melanggar dan terus beroperasi, laporkan agar segera kita lakukan razia. Nanti kita akan perketat pengawasan dengan menempatkan Satker PSDKP di Pulau Jemaja ini”, tuturnya.
Lebih lanjut Menteri Susi mengatakan, bongkar muat ikan di laut (transshipment) dengan kapal berukuran 200 GT yang masih marak terjadi di perairan Anambas harus segera dihentikan. Untuk itu pemerintah harus melakukan tata kelola perizinan kapal besar ini dengan benar. Ukuran kapal angkut khusus untuk ikan hidup yang diperbolehkan maksimum 200 GT sebagai kapal penyangga, sedangkan untuk kapal kargo bisa berukuran hingga 1000 GT tapi tetap tidak diperbolehkan untuk melakukan transshipment di tengah laut.
“Sebaiknya Pak Bupati saya sarankan, ini banyak sebetulnya potensi pendapatan daerah, semua kapal bongkar muat di TPI-nya. Bapak bisa pungut untuk PAD (pendapatan asli daerah), untuk biaya keamanan, untuk biaya perbaikan lingkungan di sekitar pelabuhan. Jadi tercatat ikannya dilelang, itu penting sekali. Bapak bisa bikin Perda, semua kapal yang dari luar, dari Jakarta pun, Bapak bisa paksa bongkar di daerah sini kalau nangkapnya di WPP Anambas”, jelas Menteri Susi.
Guna memperketat pengawasan, setelah aturan tersebut dibuat pemerintah daerah dapat melibatkan Pangkalan TNI Angkatan Laut (LANAL) dan Polres setempat untuk melakukan penindakan jika masih terjadi pelanggaran.
Tak hanya itu, Menteri Susi juga menyampikan nasihat agar masyarakat Anambas dapat menjaga hutan dengan tidak lagi menebang pohon agar air tawar dapat terus tersedia, mengingat pulau-pulau di Anambas tidak memiliki sungai besar sebagai sumber air tawar.
Terakhir, Menteri Susi menyoroti kebiasaan warga yang membuang sampah plastik ke kolong rumah dan langsung kelaut. “Saya mengimbau untuk mengurangi penggunaan kantong dan botol plastik, mulai dari diri sendiri. Jangan membuangnya ke kolong rumah, selokan akhirnya ke laut juga. Lama-lama laut Indonesia diperkirakan akan lebih banyak plastiknya dari pada ikannya”, tutupnya.*