Dikalangan masyarakat Melayu Kepulauan Riau pantun sudah menjadi resam tradisi yang secara langsung digunakan sebagai penyampai pesan moral, biasanya digunakan pada pembuka acara-acara adat, sebagai pengungkap perasaan yang sulit untuk disampaikan secara langsung, dan digunakan sebagai hiburan atau menjadi jati diri orang-orang Melayu khususnya Melayu Kepulauan Riau. Seperti pantun di bawah ini merupakan salah satu pantun yang mencerminkan jati diri masyarakat Melayu yang ada ada di Kepri ciptaan bapak Rendra Setyadiharja.
Pulau Karimun pasirnya putih
Tempat orang menjalin adat
Kalau pantun sudah tersisih
Alamat hilang cermin ibarat
Itulah empat kerat pantun yang diciptakan oleh bapak Rendra Setyadiharja dengan padat dan jelas. Pantun karya sastra Melayu Kepulauan Riau sampai sekarang masih digunakan dan membudaya dalam masyarakat.
Rendra Setyadiharja, S.Sos., M.I.P, lahir di Tanjungpinang tanggal 20 Maret 1986, merupakan seorang penyair dan juga dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji Tanjungpinang Kepulauan Riau. ia sangat aktif menulis, baik buku sastra dan budaya maupun karya ilmiah, serta melakukan berbagai penelitian. Tahun 2008, ia memperoleh penghargaan Rekor MURI Berbalas Pantun Terlama Selama 6 (enam) Jam Tanpa Henti di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Pantun empat kerat di atas ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Dunia pada Desember 2020.
Makna keseluruhan dari pantun tersebut adalah cerminan hidup dan cerminan komunikasi yang selalu memberikan petunjuk dan pedoman hidup serta tunjuk ajar dalam beradat.
Pulau Karimun pasirnya putih
Baris pertama pantun mengandung makna bahwa di pulau Karimun, pasir yang bertaburan di pulau tersebut berwarna putih dengan nuansa pulau yang sudah pasti dikelilingi lautan.
Tempat orang menjalin adat
Baris kedua pantun memiliki arti bahwasannya ditempat itulah orang masih tetap berdiri berpegang budaya tanpa membedakan.
Kalau pantun sudah tersisih
Bait ketiga pantun mengandung makna ”seandainya karya sastra tersebut mulai dilupakan”.
Alamat hilang cermin ibarat
Bait keempat jika disambungkan dari bait ketiga maka memiliki makna resiko bilamana pantun tersebut jika di sisihkan oleh masyarakat akan menghilangkan budaya dari tempat itu.
Meski jika diartikan per bait dan keseluruhan pantun memiliki perbedaan arti, namun tetap saja pantun adalah karya sastra yang sebenarnya mengandung makna yang tersirat. Selain itu pantun diangkat sebagai WBTB dunia karena UNESCO menilai pantun memiliki arti penting bagi masyarakat Melayu, bukan hanya sebagai alat komunikasi namun juga kaya akan nilai-nilai yang menjadi panduan moral.(*)
Oleh: Anggi Rima Nauli Siregar
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Maritim Raja Ali Haji