“Assalamualaikum brothers, orang Indonesia, cari batu ya?”
Suara mengejutkan itu terdengar ketika kami melawat ke Distrik Thamel, Ibu Kota Kathmandu. Namanya Noor. Pria 32 tahun dari etnis Urdu dengan cambang tipis itu segera menyalami merdeka.com.
“Silakan lihat-lihat. Nepal adalah tempat kalian mencari batu berkualitas dengan harga masuk akal.”
Hampir dua minggu setelah gempa 7,8 skala richter yang menghancurkan banyak tempat, Ibu Kota Kathmandu kembali normal. Banyak toko di distrik Thamel sudah buka, termasuk toko-toko batu mulia.
Nepal adalah surga bagi pecinta batu akik. Selain giok, banyak batu-batu khas dari negara lereng Pegunungan Himalaya tersebut. Misalnya varian lapis lazuli, rubi, dan zamrud. Rubi warna merah darah murni satu karat, misalnya, dijual di kisaran USD 60 (setara Rp 780 ribu). Sementara moonson yang sudah dirangkai menjadi mata cincin dihargai setara Rp 200 ribu.
“Wajar saja kalau kami punya banyak varian batu. Di sini banyak gunung, tentu banyak batu,” ujarnya, Senin (4/5).
Uniknya, warga Nepal heran mendengar orang Indonesia kini sedang tergila-gila batu akik. Soalnya di negara itu yang doyan batu mulia cuma turis. Memang ada belasan kios penjual batu akik di seputar Thamel, tapi pasar tidak ditujukan untuk warga lokal.
“Ya dua hari terakhir tim bantuan Indonesia malah yang lebih banyak mampir toko saya di sela-sela tugas. Saya lihat banyak yang memakai cincin akik besar,” kata Noor.
Menurutnya, pria maupun wanita dewasa asli Nepal lebih suka memakai perhiasan emas atau permata. Sedangkan batu akik lebih laris di kalangan turis Barat. Jadi pulang mendaki, mereka lihat batu-batu, lalu dibeli sebagai kenang-kenangan. Tapi itupun bukan menjadi perhiasan, kata Noor.
Atase Pertahanan KBRI India Arif Harnanto membenarkan klaim beberapa penjual batu akik Nepal bahwa mereka kaya jenis-jenis batu. Tapi soal kualitas, belum tentu mengalahkan batu akik Indonesia seperti bacan, kalimaya, atau kalsedon.
“Kalaupun harganya di sini terlihat lebih murah, itu karena proses pembuatan di sini ongkosnya lebih terjangkau dan daya beli masyarakat Nepal juga tidak besar. Sehingga harganya menyesuaikan,” kata Arif yang mengaku penggemar berat batu akik.
http://www.merdeka.com