+
+
+
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said menargetkan proyek peralihan solar ke elpiji untuk nelayan bisa berjalan pada akhir tahun ini.
Sudirman menyampaikan pernyataan tersebut dalam konferensi pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, sebelum bertolak dalam lawatan tiga negara ke Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Qatar, bersama Presiden Joko Widodo, Jumat (11/9).
Menurutnya, sebelum aturan soal kebijakan converter dari solar ke elpiji tersebut keluar, pemerintah sudah mengumpulkan BUMN yang bisa memproduksi converter tersebut.
“Supaya begitu aturannya keluar, persiapan teknisnya bisa berjalan, dan saya kira dalam bulan-bulan ke depan sudah bisa dikerjakan. Akhir tahun sudah bisa berjalan, konkretnya,” kata Sudirman pada wartawan.
Kebijakan pengalihan solar ke elpiji untuk nelayan menjadi bagian dari paket kebijakan ekonomi tahap pertama yang diumumkan oleh presiden bersama beberapa menteri ekonomi, Rabu (9/9) lalu.
Pada pengumuman tersebut, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan akan ada kebijakan elpiji untuk nelayan.
Darmin mencontohkan bahwa jika seorang nelayan sekali melaut menghabiskan 30 liter solar senilai Rp207.000, maka dengan menggunakan alat converter elpiji nelayan tersebut hanya akan mengeluarkan Rp62.100. Sehingga, ketika nelayan itu mendapat 10kg ikan dengan asumsi seharga Rp20.000 per kg, dia akan mendapat keuntungan sebesar Rp137.900.
“Ini akan meningkatkan produksi ikan tangkap sekaligus meningkatkan kesejahteraan nelayan,” kata Darmin.
Uji coba
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Yusuf Solihin menyambut baik kebijakan pemerintah tersebut. Alasannya, sekitar 95% struktur armada perikanan Indonesia lebih banyak kapal-kapal kecil di bawah 30 giga ton.
Kebijakan ini ia lihat sebagai sebuah terobosan, namun ia masih menunggu kajian mendalam tentang penggunaan converter elpiji pada kapal nelayan.
“Apakah bisa kapal-kapal nelayan pakai gas? Apa sudah diuji coba keamanan dan keselamatannya? Karena kalau kapal-kapal kecil memakai tabung elpiji dari bahan seperti yang kita lihat, di laut itu rentan korosi, karat, bisa sangat bahaya. Apalagi kalau nelayan tidak hati-hati atau ceroboh, nanti meledak, dan kapal tenggelam, siapa yang tanggung jawab?” kata Yusuf kepada BBC Indonesia.
HNSI, menurutnya, tak mau gegabah terhadap kebijakan ini.
Mereka masih menunggu hasil uji coba dari penggunaan elpiji buat kapal nelayan.
Menurutnya, kapal-kapal di negara-negara maju yang sudah menggunakan bahan bakar gas seperti di Eropa dan Amerika menggunakan bahan yang tahan korosi.
Dia mengharapkan bahan dari tabung serupa bisa digunakan untuk elpiji nelayan di Indonesia agar aman.
Yusuf juga mengingatkan bahwa dalam RAPBN 2016, pemerintah sudah memasukkan program pembangunan 5.000 kapal. Dia berharap pemerintah sudah memasukkan rencana pengalihan solar ke elpiji pada kapal-kapal yang akan dibangun.
Jaminan harga
Sementara itu, Direktur INDEF Enny Sri Hartati juga mengatakan bahwa pemerintah harus menjamin ketersediaan elpiji jika benar akan memberlakukan kebijakan pengalihan solar ke elpiji untuk nelayan.
Enny mencontohkan saat pemerintah memberlakukan program pengalihan minyak tanah ke elpiji pada 2007, namun harga maupun ketersediaan elpiji untuk perumahan tak terjamin. Padahal stok minyak tanah sebagai alternatif tak tersedia.
Selain itu marak juga terjadi kasus meledaknya tabung gas elpiji 3kg.
“Kalau pemerintah sudah menetapkan ke depan elpiji buat nelayan, yang pertama dijamin adalah ketersediaan. Jangan sampai oknum mempermainkan apalagi monopoli. Apalagi jika tidak ada kepastian harga, misalnya, harga elpiji naik terus sementara nelayan sudah tidak punya alternatif, ini justru akan menimbulkan persoalan,” ujar Enny.
+
BBC