Karimun – Wilayah perairan Pulau Kundur, Moro dan Karimun merupakan jalur manis bagi penyeludup baby lobster ke arah tujuan negara Singapura. Mereka berangkat dari Pulau Muda Kecamatan Meranti Kabupaten Pelalawan, Riau, kemudian melintas di perairan Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau
Selama dua bulan ini Jumlah baby lobster yang sudah diseludupkan itu tak tanggung tanggung hingga mencapai ratusan juta ekor.
Salahsatu narasumber yang dapat dipercaya menuturkan, kegiatan merugikan negara tersebut sebelumnya dilakukan dari wilayah Provinsi Jambi, kemudian dua bulan terakhir ini pindah keberangkatannya melalui pelabuhan Rakyat Pulau Muda.
“Mereka berangkat hampir setiap malam, dari pukul 22:00 WIB hingga subuh pukul 03:30 WIB dengan menggunakan speed boat (kapal cepat.red*) bermesin empat x 250 PK, ada satu speed boat agak kecil menggunakan mesin 3. Mereka (penyeludup.red*) ada empat speed boat rata-rata berukuran 2,5 meter x 9 meter, dan ada satu boat ukurannya lebih panjang dari itu,” ujar sumber, Selasa (08/06/2021).
Dikatakannya, modus pelaku, ke-empat speed boat penyeludup diberi cat berwarna abu-abu, yang menyerupai kapal patroli petugas di laut.
“Jadi seolah-olah speedboat tersebut milik Bea dan Cukai atau milik TNI AL. Mereka bergerak malam tidak menggunakan lampu dengan kecepatan tinggi, dan wajar akhir-akhir ini banyak nelayan yang complain karena khawatir takut kalau-kalau tertabrak,” kata sumber.
Sumber yang juga mantan ABK pelaku penyeludup menerangkan, baby lobster yang dibawanya itu berasal dari Jawa, Lampung dan Bengkulu, menggunakan jalur darat hingga ke Pulau Muda.
“Jadi sebelum diberangkatkan, lobster-lobster itu dikarantina terlebih dahulu dengan melakukan pengisian oksigen, sekali pengisian oksigen hingga mencapai Rp 15.000.000. Karena ketahanan oksigen baby lobster itu hanya bertahan selama 18 jam. Kemudian dikemas dalam box. Isi satu box sebanyak 7.000 ekor, kemudian dibawa menggunakan speed boat. Rata-rata sekali berangkat membawa 30 box hingga 50 box,” ungkapnya.
Saat Kundur News menanyakan upah untuk sekali keberangkatan, dikatakan sumber, upah sekali keberangkatan tujuan Singapura sebesar Rp 30 juta tiap-tiap box.
“Jadi kalau bawa 40 box dikalikan aja 40 x Rp 30 juta = 1.2 M untuk sekali berangkat. Uang tersebut diterima separuh saat mau berangkat, setelah pulang baru dibayar penuh,” kata dia.
Dikatakannya juga, biasanya para penyeludup tersebut membawa dua jenis baby lobster, jenis pasir dan lobster mutiara, namun untuk upah angkut kedua jenis lobster tetap sama.
“Mereka beli dari petani hanya Rp 7.000,- per ekor. Kalau harga jual baby lobster jenis pasir sebesar USD $3.00,- per ekor, sedangkan jenis mutiara USD $ 5.00,- sampai USD $ 7.00,- per ekor. Jadi sampai di Singapura, entah pedagang entah pembeli ini diharuskan membayar karantina dan GST (pajak.red*) di Singapura. Per-ekor sebesar SGD $0.50 cent, setelah dikarantina baru diberangkatkan menggunakan pesawat tujuan Hongkong dan Vietnam,” ujarnya.
Dia mengatakan, semasa melewati perairan Kabupaten Karimun, tidak pernah mendapat pengejaran berarti dari petugas dilaut, baik dari pihak BC, Polair maupun dari TNI AL.
“Di wilayah Kepri ini ada dua jalur. Pulau Muda, jalur belakang Serapung, tembak ke Karimun Anak, atau dari Pulau Muda, Penyalai, Kundur, Moro, baru tembak singapura. Jangankan dapat pengejaran dilaut, didarat aja aman-aman aja, jadi patut kami duga ini semua adalah permainan oknum-oknum tertentu,” tukasnya.*