Kundurnews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perempuan di Indonesia lebih melek masalah keuangan atau memiliki “financial literacy” yang lebih tinggi dibandingkan pria, membuat perempuan menjadi potensi bagi perekonomian negara untuk lebih cepat berkembang.Berbicara dalam salah satu sesi pertemuan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington, DC, Jumat (7/10), Sri Mulyani mengatakan bahwa yang memiliki rekening di bank dan memanfatkan jasa keuangan secara maksimal adalah perempuan.

“Ini kondisi yang unik di Indonesia dan menjadi indikator ketertarikan pada kewirausahaan perempuan. Ini bisa menjadi bagian dari ‘quick win approach’ (pendekatan jalur cepat supaya berhasil) bagi Indonesia,” ujarnya dalam forum, yang dilansir voaindonesia.com

Namun “financial literacy” saja tidak cukup jika tidak tahu bagaimana memaksimalkannya, menurut Sri Mulyani dalam wawancara dengan VOA.

“Jika melihat perempuan memiliki minat dan financial literacy yang lebih tinggi dan (jika) dikombinasikan dengan kredit usaha rakyat kita, maka akan menjadi potensi bagi kita untuk lebih cepat berkembang,” katanya.

“Kita perlu mendorong pendidikan pada usaha berbasis komunitas atau kelompok perempuan. Tapi pada akhirnya, ini adalah masalah akses, konektivitas dan kemiskinan. Jika orang miskin kan memang tidak punya uang. Bagaimana bisa didorong punya akses pada layanan keuangan. Makanya yang utama kita buat program supaya mereka tidak lagi miskin. Ini saling terkait,” ujar Sri Mulyani.

Layanan Keuangan untuk Kelompok Miskin

Selain menampilkan Sri Mulyani sebagai pembicara, forum tahunan Bank Dunia dan IMF tersebut juga menghadirkan Menteri Keuangan dan Urusan Korporat India Arun Jaitley; Utusan Khusus PBB Urusan Keuangan Inklusif Untuk Pembangunan; Ratu Belanda Maxima; Presiden Gugus Tugas Keuangan Juan Manuel Vega Serrano; dan Gubernur Bank Sentral China Zhou Xiaochuan.

Isu yang muncul terutama soal kemampuan individu dan bisnis mengakses produk jasa keuangan yang bermanfaat dan terjangkau, serta layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Layanan tersebut termasuk mekanisme pembayaran, tabungan, kredit, asuransi dan transaksi-transaksi keuangan lain yang lebih rumit, secara bertanggung jawab dan berkesinambungan.

Meskipun sebagian besar warga dunia sudah memiliki akses ini, bahkan menggunakannya untuk memperluas bisnis, mengelola risiko, dan menanamkan investasi dalam bidang pendidikan atau kesehatan, tetap ada tantangan yang masih harus dibenahi.

Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim mengatakan masih ada dua milyar orang dewasa di dunia yang tidak memiliki akses dasar pada layanan keuangan. Bahkan 59 persen orang dewasa di dunia tidak memiliki rekening bank, baik karena tidak punya cukup uang, maupun karena layanan keuangan yang ada tidak dirancang bagi warga berpendapatan rendah, ujarnya.

Masalah lain yang membayangi adalah jauhnya jarak menuju ke layanan jasa keuangan, tidak adanya dokumen yang dibutuhkan, kurangnya kepercayaan pada layanan kesehatan, dan masalah agama.

Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah Indonesia menargetkan akan melipatgandakan program peningkatan kesejahteraan warga hingga 75 persen selambat-lambatnya pada tahun 2019, tetapi kali ini lewat bantuan langsung bukan tunai untuk 15,3 juta warga miskin.

Menurutnya, jika pemerintah bisa mengkonsolidasikan semua kebijakan subsidi yang ada maka akan semakin banyak orang yang punya akses pada layanan keuangan.

“Bukan sekedar punya, tetapi memaksimalkannya sehingga berdampak pada kehidupan mereka. Karena sekarang ini warga Indonesia memang memiliki rekening tabungan, tetapi tidak banyak yang menggunakan jasa keuangan lain – termasuk kredit dan kewirausahaan,” ujar Sri Mulyani di hadapan sekitar 300 hadirin di Auditorium Preston, Bank Dunia.

Pertemuan tahunan yang berlangsung sejak Selasa (4/10) itu akan ditutup pada akhir pekan ini. Selain isu kebijakan fiskal dan keuangan, beragam isu lain ikut dibahas dalam pertemuan yang dihadiri puluhan pemimpin dunia dan lembaga keuangan ini, antara lain tentang pemuda, korupsi, teknologi dan informasi, peningkatan infrastruktur, ketidaksetaraan, konflik dan aksi kekerasan dan lain-lain.

Previous articlePelantikan Direktur RSUD Karimun. ‘Siap Mereformasi Pelayanan Perobatan’
Next articleSaudi merillis tarif visa baru untuk haji dan umrah