Dijelaskan, dalam rantai pasok produk pertnaian ada berbagai fungsi yang mesti diambil secara proporsional oleh petani maupun pedagang perantara seperti sortasi, penyimpanan, pengepakan, pengemasan, maupun pengangkutan.

Selama ini petani hanya berperan memproduksi semata, sementara fungsi lain diambil pedagang perantara, mengingat setiap fungsi itu membutuhkan biaya maka pelakunya mesti mendapatkan insentif yang setara. Jika pemerintah ingin meningkatkan pendapatan petani maka fasilitas untuk mengelola fungsi sortasi, pengemasan dan yang lainnya mesti disediakan.

Hal ini berarti ada biaya investasi dan penyiapan SDM yang mampu melaksanakan fungsi-fungsi tersebut.

Ketua Panitia Konferensi Internasional Perhepi menuturkan kegiatan tersebut diikuti ahli-ahli ekonomi pertanian dari 13 negara yang akan mempresentasikan 91 makalah. “Ahli-ahli itu hadir dari Jepang, Belanda, Australia, serta Indonesia selaku tuan rumah. Kegiatan ini berlangsung selama 3 hari sampai Jumat, 25 Agustus 2017,” katanya.

Ketua Perhepi Korda Denpasar Prof. Ir. IGA Ayu Ambarawati, M.Ec., PhD menjelaskan kegiatan ini diselenggarakan atas kerjasama Perhepi, Universitas Udayana, dan Universitas Mahasaraswati Denpasar. Di Unud, kata Prof. Ambarawati, kegiatan ini menjadi agenda bidang ilmiah perayaan HUT ke-50 Fakultas Pertanian.

Sementara itu peneliti masalah gender di sektor pertanian di Bali, Dr. Ir. Ni Wayan Sri Astiti, MP menyatakan harapan pemerintah mengoptimalisasi peran perempuan di sektor pertanian sangat tepat. Alasannya, tenaga kerja pertanian laki-laki banyak yang hijrah pada sektor lain dan tenaga kerja perempuan lebih telaten mengelola usahanya termasuk usaha pertanian. “Saatnya menghentikan marginalisasi kaum perempuan di sektor pertanian,” tegas dosen Prodi Agribisnis FP Unud itu.*

1
2
Previous articleMantan Bupati Anambas Dua Kali Mangkir. Kejati Melayangkan Surat Panggilan Ketiga
Next articleKapolsek Kundur Lepas Atlit INKANAS Ikuti Kejuaran Circuit INKANAS Kepri I