+
+
+
Asosiasi perdagangan online E-Commerce Indonesia (idEA) keberatan dengan Rancangan Peraturan Pemerintah terkait perdagangan online atau E-Commerce yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Selain dinilai masih banyak kekurangan, aturan ini juga dituding menghambat perkembangan bisnis perdagangan online.
Ketua Umum (idEA) Daniel Tumiwa menuturkan, ada beberapa poin yang dianggapnya tidak sesuai dengan semangat perdagangan online. Salah satunya soal kejelasan batasan tanggung jawab pelaku usaha yang terlibat dalam transaksi perdagangan online yang mencakup pedagang, Penyelenggara Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PTPMSE), penyelenggara sarana prasarana.
“Perlu dipahami bahwa industri E-commerce mempunyai beberapa tipe model bisnis, sehingga lingkup tanggung jawabnya perlu dibedakan menurut model bisnis masing-masing,” kata Daniel di Jakarta, Rabu (1/7).
Selanjutnya terkait masalah kesetaraan hukum antara pelaku usaha dalam negeri maupun asing. Tentunya disesuaikan dengan aturan hukum yang berlaku di Tanah Air.
Pedagang belanja online juga merasa keberatan dengan kewajiban memiliki, mencantumkan dan menyampaikan identitas subjek hukum atau yang dikenal dengan istilah Know Your Customer (KYC), seperti KTP, izin usaha, maupun nomor SK Pengesahan Badan Hukum. Pihaknya mengusulkan agar KYC hanya melalui data nomor telepon saja.
“Mungkin ini tujuannya untuk perlindungan konsumen, tapi idEA sudah bisa melakukan perlindungan konsumen. Misal kalau mereka (merchant) minta kita scan KTP izin usaha, dan lainnya,” tegasnya.
Dia menambahkan, rancangan aturan dalam belanja online menyulitkan perkembangan bisnis online lantaran harus mengantongi izin berlapis-lapis. Aturan ini justru dianggap membuat pertumbuhan industri melambat.
RPP E-commerce Kemendag sebenarnya akan memasuki uji publik. Namun idEA ngotot agar peraturan itu direvisi. Sayanya, kata Daniel, usulan itu tidak ditanggapi Menteri Perdagangan Rahmat Gobel.
+
Sumber : Merdeka.com