Mobil ambulans yang membawa jenazah Rani Adriani tiba di RT 01/08 Kampung Ciranjang, Desa Ciranjang, Cianjur, Jawa Barat pukul 11.00 WIB. Ambulans yang membawa jenazah tereksekusi mati itu dikawal mobil polisi berisi anggota Brimob.
Pantauan merdeka.com, Minggu (18/1) jenazah langsung diturunkan dari mobil ambulans menuju surau kecil di belakang rumah Haji Syarif yang masih paman Rani. Jenazah dibawa dengan peti kayu berwarna coklat.
Kedatangan jenazah pun disambut histeris keluarga yang sudah menunggu sejak pagi. Beberapa perempuan keluarga Rani tampak menangis tersedu begitu peti jenazah diturunkan dan diangkat ke surau.
Puluhan keluarga dan kerabat lalu menyalatkan jenazah Rani. Usai disalatkan, jenazah rencananya akan langsung dimakamkan. Sesuai permintaan terakhir, Rani akan dimakamkan di samping pusara Ibunya.
Sementara itu puluhan orang juga terlihat memadati kawasan rumah Haji Syarif hingga ke kuburan tempat Rani akan dimakamkan. Warga penasaran dengan Rani yang kabarnya menghiasi pemberitaan media.
Sebelum dieksekusi, wajah Rani cerah dan bercahaya
“Popi bilang dia itu enggak kuat, kemudian lari ke kamar mandi, dan menangis. Pas balik, Rani tanya ‘kenapa lama?’, Popi jawab ‘sakit perut’, dia alasannya makan bakso,” bebernya.
Dari cerita tersebut, Popi bercerita kepada keluarga bahwa Rani sudah tegar menghadapi hukumannya. Sebab, saat berjumpa, Rani tetap tertawa dan bercanda dalam pertemuan terakhir mereka pada Sabtu (17/1) siang.
“Popi kemarin besuk Sabtu, jam setengah 1 siang. Besuk terakhir. Cuma 15 menit. Popi lihatnya Rani ketawa, padahal posisinya sedang menunggu, mau sedih atau enggak. Popi sudah hancur, dia juga sudah diwanti-wanti jangan nangis sama kalapas, karena Rani sudah ikhlas sudah tegar,” ujarnya.
Rani merupakan putri pertama dari pasangan Andi dan Nani. Pasangan itu memiliki tiga orang anak, dan Popi merupakan adik bungsu, sedangkan adik keduanya tinggal dan bekerja di Batam.
Proses Penembakan
Pergantian malam dari Sabtu (17/1) ke Minggu (18/1) menjadi masa-masa terakhir 6 terpidana mati kasus narkoba. Mereka telah dieksekusi mati dengan cara ditembak dalam waktu yang bersamaan.
Ke enam terpidana mati itu adalah Namaona Dennis (48), WN Malawi, Marco Arthur Cardoso Muriera (53), WN Brasil, Daniel Inemo (38), WN Nigeria, Ang Kim Sui a.k.a Kim Ho a.k.a Ance Taher (62), kewarganegaraan Belanda, Rani Andriani a.k.a Melisa Aprilia asal Cianjur, dan Tran Ti Bic alias Tran Din Huang (37), WN Vietnam. Semuanya dieksekusi mati di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, kecuali Huang yang ditembak mati di Boyolali.
Kejaksaan Agung mengatakan bahwa 6 narapidana di Nusakambangan dan Boyolali sudah dieksekusi mati dan meninggal dunia. Eksekusi dilakukan dalam waktu yang hampir bersamaan.
Tentu ada jeda saat peluru menembus dada para terpidana sampai mereka akhirnya meninggal dunia. Bagi kalangan yang menolak hukuman mati, jeda tersebut adalah penyiksaan luar biasa bagi terpidana. Lalu, berapa lama mereka meninggal dunia setelah peluru menebus dada? Berikut faktanya:
Menurut Tony, ke lima napi di Nusakambangan dipastikan meninggal sepuluh menit sesudah ditembak.
“Iya tadi samar-samar terdengar suara tembakan,” ujar seorang warga, Heri Susanto kepada merdeka.com, Minggu (18/1).
Dari keterangan sumber tersebut, eksekusi ke lima terpidana mati dilakukan dalam waktu bersamaan oleh lima regu tembak yang anggota tiap regunya berjumlah sembilan orang.
Ke lima jenazah tersebut kemudian divisum oleh tim dokter dan dipersiapkan untuk dikebumikan sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing.
“Suaranya keras sekali mas, saya merinding mendengarnya,” ujar Taufiq (25) warga sekitar Mako Brimob.
Belum ada kepastian apakah suara tembakan tersebut merupakan tembakan eksekusi terhadap terpidana Tran Thi Bich Hanh.
(merdeka.com) http://www.merdeka.com/peristiwa/tiba-di-cianjur-jenazah-rani-disambut-tangis-langsung-disalatkan.html