Tanjungberlian – Tidak hanya Baharudin (42), warga RT 005 / RW 002 Dusun III Desa Sungai Ungar Utara yang hidup dibawah garis kemiskinan, ternyata ada lagi Baharudin Baharudin lain yang hidup lebih susah dari Baharudin. Mereka adalah Zainuddin (58), dan Hasanuddin (50), yang tak lain tak bukan merupakan abang-abang kandung Baharudin.
Baharudin tinggal di gubuk di semak-semak perkebunan Dusun IV Jalan masuk Jembatan 2 Sungai Raya, sedangkan Zainuddin dan Hasanuddin tinggal di gubuk-gubuk di Jalan Sungai Raya, Dusun III Sungai Ungar Utara, atau sekitar 1,5 KM dari gubuk Baharudin.
Penelusuran dilakukan oleh salah satu anggota DPRD Provinsi Kepri, Ery Suandi, didampingi camat Kundur Utara Isnaidi, Kapolsek Kuta AKP Sasmiantoro, Lurah Tg Berlian Kota Bambang Irianto, Kades Sungai Ungar Utara, Zaini beserta stafnya, bersama Tokoh masyarakat Kuta dan sejumlah wartawan, terungkap, ketiga orang tersebut diduga ada yang mengalami keterbelakangan mental bahkan ada juga yang mengalami gangguan jiwa.
Ketiga orang tersebut hidup di gubuknya masing-masing. Mirisnya, salah satu dari mereka, Hasanuddin (50) hidup di gubuk tanpa dinding berukuran kurang lebih 1 x 2 Meter, anehnya badan Hasanuddin terikat rantai besi sepanjang kurang lebih 7 Meter dan digembok disebuah pohon oleh keluarganya untuk mempermudah pemantauan. Jika tidak demikian, Hasanuddin dikhawatirkan akan berjalan bebas dan khawatir kalau-kalau sakitnya kambuh kemudian melakukan pengerusakan rumah-rumah warga.
“Saya lebih suka dirantai seperti ini biar saya tak berjalan kemana-mana, kalau saya berjalan lantas tiba-tiba saya emosi, pasti orang tersebut saya pukul. Saya tak peduli walau sama anak kecil, pasti saya pukul. Tapi kalau saya mukul tidaklah sampai mati,” ujar Hasanuddin menerangkan layaknya orang normal, Rabu, (26/01/2022).
Mereka Lima Bersaudara; Zainuddin, Safariah, Hasanuddin, Samsur, dan Baharudin.
Hassanuddin dan Zainuddin gubuknya saling berdekatan, jarak satu sama lain kurang lebih 40 Meter. Mereka berdua dinafkahi oleh dua saudara kandungnya Samsur (48) dan Safariah. Samsur dan Safariah tinggal satu rumah yang layak tak jauh dari kedua gubuk tersebut, atau dipinggir jalan besar. Beda dengan adik bungsunya, Baharudin, yang hidup sendiri terpisah di gubuk semak-semak kebun.
Riwayat Hidup Hasanuddin Sehingga Lebih Suka Hidup Dirantai.
Dari penuturan Samsur, sebelum Hasanudin memilih untuk di rantai, dia dan kakaknya sempat dibikinnya kualahan karena melakukan pengerusakan barang-barang milik tetangga.
“Kami dalam kondisi susah gini terpaksa mencarikan uang hingga Rp 8 juta menggantikan barang-barang tetangga yang telah dirusak. Pilihan dirantai itupun merupakan pilihan abang saya (Samsuddin.red*),” tutur Samsur.
Hasanuddin pernah dibawa ke Rumah Sakit Jiwa di Pekanbaru, Riau, oleh dinas Sosial untuk dilakukan rehabilitasi, namun tidak membuahkan hasil.
“Saya juga ikut dibawa oleh dinas Sosial untuk merawat abang di Pekan Baru, beberapa tahun yang lalu. Setelah pulang dari sana, kondisinya bagus sebentar, setelah obatnya habis, kambuh,” kata Samsur.
Semasa mudanya, Baharuddin pernah bekerja di Malaysia dalam beberapa tahun. Ketika Samsuddin tampak sakit pihak keluarga melakukan pengobatan melalui jalur alternatif. Pengobatan non medis itupun tak membuahkan hasil akhirnya Hasanudin dibawa pulang.
“Kata orang, dia kena sampok (sejenis diguna-guna.red*) kami bawa ke dukun. Dukun sana sini hingga dukun hebat disana pun tak mampu mengobatinya. Akhirnya kami bawa pulang,” terang Samsur.
Walau Dapat Bantuan Sembako, Baharudin Rebus Sawit Muda Buat Makan.
Sebelum berkunjung ke gubuk Zainuddin dan Hasanuddin, terlebih dahulu rombongan mengunjungi gubuk Baharuddin. Pria miskin yang diberitakan hanya makan ubi dan pisang rebus.
Terdapat pemandangan yang tidak lazim terlihat dalam gubuk Baharudin. Walau terdapat tumpukan mie instan, telur dan beras, Baharudin tampak hanya memasak nasi dan rebusan sawit muda. Tempat tidur Bahruddin berserak penuh dengan barang-barang lama yang penuh dengan debu. Bantal yang digunakan bersarung bekas karung beras. Air yang dikosumsinyapun diduga air hujan yang ditampung dan ada jentik-jentik. Tidak tampak lampu penerangan apalagi aliran listrik, Baharuddin diduga terbiasa hidup bergelap hanya menggunakan lampu minyak.
Kepala desa Sungai Ungar Utara, Zaini, mengatakan, kehidupan ketiga warganya itu memang sudah lama berlangsung, bahkan hingga bertahun-tahun.
“Sudah lama mereka hidup seperti itu. Samsuddin sudah bertahun di rantai. Pernah pondoknya dikasi lampu, habis dipecahkannya. Kalau Baharudin, makannya memang sudah terbiasa seperti itu, kadang tetangga sekitar ada juga mengantarkan makan. Tak tau entah dimakannya atau tidak,” kata Zaini.
Ery Suandi dan pemerintah Kecamatan serta pemerintah Desa, masih memikirkan solusi untuk kehidupan ketiga warga tersebut. Rencana sementara, Baharudin akan dibangunkan pondok sementara yang layak.
“Kita lihat dulu, kita bangunkan pondok, ya pondok yang agak layak lah. Kita bangun dengan gotong royong atau macam mana. Takutnya setelah kita bangun nanti malah dirobohkannya,” kata Ery.*