Sawang – Lurah Sawang Kota, Kundur Barat, Eko, bersama puluhan warga Sawang sepakat menolak kehadiran (Kapal Isap Produksi) KIP Timah, Armada Jeihan Nabila, apalagi melakukan penambangan, sebelum pihak perusahaan mitra Timah itu beritikad baik kepada warga setempat.
Kesepakatan itu disampaikan Eko kepada sebanyak 29 orang warga yang mewakil masyarakat Sawang di Gedung pertemuan Balai Tok Judah, Sawang, Senin (18/10/21).
Eko membantah keras pihaknya telah mengetahui operasinya KIP itu di laut Sawang. Diketahuinya setelah selesai rapat antara pihak ketua nelayan dengan pihak perusahaan yang diterimanya melalui pesan WhatsApp.
“Pertemuan untuk izin kapal itu masuk, sama sekali tidak mengundang baik pihak kelurahan maupun pihak Kecamatan. Yang dilakukan perusahaan itu, melakukan negosiasi antara pihak perusahaan dengan ketua nelayan, RT RW setempat dan warga pesisir. Saya sebagai Lurah pun tidak dikasi tau. Setelah selesai pertemuan baru saya dikasi tau,’Pak, tadi malam pihak perusahaan datang, ada rencana kapal mau masuk, tapi kami mengajukan beberapa syarat, kompensasi dan segala macamnya, kemudian saya tanyakan, siapa-siapa saja yang hadir, kemudian dijawab pertemuan dilakukan disalah satu rumah RW berinisial F. jadi saya jawab, nanti kita coba sosialisasikan dengan warga yang lainnya, karena ini Cuma perwakilan. Jadi pada pertemuan selanjutnya di gedung pertemuan Tok Judah, saya sebagai tamu undangan bersama pak camat. Jadi pertemuan antara pihak perusahaan dengan perwakilan warga yang berjumlah empat orang, jadi perwakilan warga tadi menyampaikan bahwa yang harus dipenuhi oleh pihak perusahaan KIP ini masuk adalah dengan memberikan dana kompensasi dengan angka sekian, yang dituangkan dalam surat pernyataan. Untuk masyarakat pesisir berapa, nelayan berapa dan pemuda berapa. Jadi dalam pertemuan itu tak ada menyebutkan tanggal kapan pihak KIP masuk, tidak ada sama sekali. Setelah rapat pada waktu itu, tiba-tiba saya dengar warga datang untuk menolak, dan berita pun berkembang, kapalpun tak jadi masuk, dengan demikian saya menjadi tenang, karena apa, karena kapal ini tak jadi masuk. Setelah itu saya menerima pesan masuk mengatakan pihak perusahaan sudah menyerahkan uang insentif sebesar Rp100.000.000,-,dan dilanjutkan dengan sebanyak empat orang ini menemui saya, dengan mengatakan uang tersebut telah dibagi-bagikan kepada warga. Jadi, saya tekankan, bapak mengambil keputusan ini sudah ada persetujuan belum dengan warga lainnya, jadi dijawabnya, kami menyetujui ini atas dasar kami ada ketua nelayan, pemua juga ada ketua, dan RT RW itu perwakilan warga, jadi saya bilang, RT RW setuju atau warga yang setuju, kalau RT RW yang setuju berarti cuman beberapa orang belum tau warga setuju,” terang Eko dihadapan puluhan warga.
Jumari Igut, sebelum Lurah memberikan keterangan mengatakan, pihak warga khususnya warga Mukalimus tidak pernah mencampuri urusan KIP yang masuk ke wilayah lain.
“Kami tekankan, saat ini kapal beroperasi di wilayah kami, sementara yang menerima uang adalah empat orang perwakilan wilayah lain. Enaknya aja dia terima uang sementara KIP beroperasi diwilayah kami, nama kami dijual untuk keuntungan mereka. Dimana letak harga diri kami. Dan kami tidak pernah mau mencampuri urusan kapal masuk diwilayah lain,” kata Igut.
Dalam kesempatan itu Igut juga berterima kasih kepada pihak Kelurahan yang telah menyediakan waktu dan tempat, serta kepada Lurah Eko yang telah mau menampung keluhan masyarakat.
Sebanyak 29 orang itu bersama pihak pemerintah kelurahan akhirnya mengambil kesepakatan, meminta pihak KIP Armada Jeihan Nabila silakan angkat kaki dari laut Mukalimus, sebelum dilakukan sosialisasi.
Eko berjanji, segera memanggil pihak perusahaan untuk menghentikan sementara operasi penambangan, sebelum ada kesepakatan melalui sosialisasi, yang akan dihadiri Uspika setempat.
Selain warga sebanyak 29 orang dan sejumlah pihak dari Kelurahan, hadir juga Kasi Trantib Kecamatan Kundur Barat.*